Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KENAIKAN BBM: Penerapan 2 Harga Dinilai Bukan Solusi Tepat, Ini Alasannya

BISNIS.COM, DEPOK--Rencana pemerintah untuk memberlakukan dua harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Mei ini, dinilai banyak pihak bukan merupakan solusi yang tepat bahkan diperkirakan bakal menimbulkan masalah baru.

BISNIS.COM, DEPOK--Rencana pemerintah untuk memberlakukan dua harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Mei ini, dinilai banyak pihak bukan merupakan solusi yang tepat bahkan diperkirakan bakal menimbulkan masalah baru.

Pemerintah pada awalnya berencana melaksanakan pengaturan penyaluran BBM bersubsidi dengan memberlakukan dua harga premium yakni harga BBM bersubsidi Rp4.500 untuk kendaraan pelat kuning dan motor dan Rp6.500/liter untuk mobil pelat hitam.

Opsi yang berdampak pada pemisahan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) berdasarkan harga jual BBM bersubsidi itu akan memunculkan lonjakan jumlah sepeda motor. Pasalnya, opsi yang masih dikaji Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu, harga BBM untuk sepeda motor dan angkutan umum tetap Rp4.500/liter.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi menilai, kebijakan dua harga BBM subsidi akan membingungkan masyarakat dan tindak penyelewengan yang semakin besar.

"Nanti banyak angkutan penumpang lebih memilih untuk menyelewengkan BBM bersubsidi harga Rp 4.500 per liter dibandingkan dengan mengangkut penumpang," katanya.

Sementara, Sekjen Organda, Andriansyah berpendapat, penerapan dua harga BBM bersubsidi harus diikuti dengan perbaikan kualitas angkutan umum. Jika tidak, kebijakan itu justru akan menambah jumlah sepeda motor yang beredar di jalanan. Artinya konsumsi BBM bersubsidi untuk sepeda motor juga akan meningkat.

Penerapan dua harga BBM bersubsidi yang bisa menimbulkan masalah baru, menyebabkan Wakil Sekretaris DPD III Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Syarif Hidayat, menolak opsi tersebut.

Alasannya, potensi keributan di SPBU akibat adanya pengendara mobil pribadi yang memaksa mengisi BBM bersubsidi dengan harga Rp4.500/liter akan semakin besar.

Oleh karena itu menurut Ketua I DPD III Hiswana Migas, Eko Wuryanto, pihaknya tidak siap untuk melaksanakan kebijakan dua harga BBM jenis premium yang bakal memicu makin besarnya peluang penyimpangan akibat disparitas harga yang cukup besar untuk jenis produk yang sama.

"Sehingga pengawasan di lapangan menjadi semakin sulit," katanya.

Belum lagi, adanya masalah kendaraan pelat hitam yang digunakan untuk usaha kecil dan menengah yang merasa berhak untuk membeli dengan harga Rp4.500.

"Masalah lain, SPBU juga dihadapkan dengan masyarakat yang memaksa membeli dengan harga Rp4.500, sehingga dapat menimbulkan kerawanan sosial," katanya.

Tidak hanya itu, efek dari kebijakan dua harga premium akan melahirkan lebih banyak lagi penjual BBM bersubsidi eceran. Hal itu, berpotensi menganggu kelanggengan usaha SPBU yang melayani kendaraan pelat hitam.

"Kami tidak siap untuk melaksanakan kebijakan dua harga tersebut. Karena teknis pelaksanaan kebijakan dua harga ini sangat menyulitkan dan membebani anggota kami, sehingga kami meminta kepada pemerintah agar opsi pemberlakuan dua harga tersebut dikaji kembali," ujarnya.

Menurut dia, Hiswana Migas lebih mendukung kenaikkan harga BBM subsidi dengan satu harga ketimbang pemerintah memberlakukan sistem dua harga.

Namun demikian, para pengusaha yang tergabung dalam Hiswana Migas dapat memahami kondisi saat ini. Sehingga perlu aturan untuk mengatur penyaluran BBM bersubsidi agar tidak kembali kritis.

"Kami sadar ini merupakan amanat UU APBN 2013 agar kuota BBM yang sudah ditetapkan dalam APBN 2013 tidak jebol lagi," katanya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi juga setuju jika pemerintah menaikkan harga BBM atau premium dikenakan satu harga. Pasalnya, jika diberlakukan dua harga, pemerintah terkesan setengah-setengah dalam membatasi BBM, dan pengawasannya pun akan rumit.

"Yang ada sekarang saja susah dikontrol apalagi dua harga. Saya masih meragukan bahwa pelaksanaannya bisa smooth di pasar. Karena nanti banyak (mobil) plat kuning kerjanya ngangkut barang tapi jual beli minyak saja. Itu yang saya takutkan dalam pelaksanaannya, siapa yang mengawasi " ujarnya.

Jika harga BBM berkisar Rp6.500-Rp7.500, maka pemerintah hanya akan menghemat Rp35 triliun-Rp 40 triliun.

Dia menyarankan biaya penghematan BBM minimal Rp100 triliun dari RP 300 triliun. Penghematan tersebut dapat dialokasikan bagi pembangunan infrastruktur, katanya sambil menambahkan bahwa bika kenaikan BBM terealisasi tahun ini, inflasi tidak terlalu signifikan, berkisar 1-2%.

Dua harga batal Banyaknya reaksi dari masyarakat atas rencana pemberlakuan dua harga BBM bersubsidi, membuat pemerintah akhirnya membatalkan rencana tersebut. Pemerintah akan mengumumkan satu harga kenaikan BBM bersubsidi di bawah Rp6.500/liter bagi semua kendaraan.

"Kemungkinan satu harga itu sesuai keinginan rakyat, di bawah Rp 6.500/liter," kata Menteri ESDM Jero Wacik.

Wacik menyebutkan, bila BBM naik satu harga, maka besaran kenaikan kemungkinan tidak menjadi Rp6.500/liter seperti yang selama ini diwacanakan, sebab besaran kenaikan tersebut terlalu memberatkan masyarakat kecil.

"Mesti dipikirkan berapa kenaikan yang tepat, karena sebelumnya mereka mengira tidak ada kenaikan," kata Menteri ESDM Menurut dia, pemerintah tidak ragu-ragu dalam memutuskan kenaikan harga BBM.

"Beri waktu kepada pemerintah untuk yakin akan keputusan ini. Kenaikan harga BBM sudah tersosialisasi dengan baik di masyarakat," katanya.

"Pemerintah dengarkan apa pemikiran masyarakat. Selama ini masyarakat sudah tahu opsi dua harga BBM. Banyak komentar masyarakat katanya repot, kami (pemerintah) juga repot. Pemikiran itu kami adopsi semua," kata Jero.

Sementara itu Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan, pemerintah masih mendalami penggunaan satu harga dalam rencana kenaikan BBM bersubsidi.

"Kami memang sedang mendalami satu harga itu. Sebetulnya dua harga itu solusi terbaik, tapi secara operasional sulit sekali," katanya.

Hatta juga mengakui adanya penolakan yang terjadi pada opsi dua harga BBM bersubsidi. Banyak pengusaha SPBU menginginkan, penetapan kenaikan BBM sebaiknya memakai satu harga.

"Pandangan masyarakat juga seperti itu. Hanya kami harus hati-hati, harus terukur betul dari sisi inflasi dan masyarakat yang terkena dampaknya".

Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto menilai, pembatalan pemberlakuan dua harga BBM tepat. Sebab, rencana tersebut memang tidak mungkin dijalankan.

"Kalau dijalankan kebocoran BBM subsidi makin terbuka. Sejak awal kami tidak setuju. Kami malah ingin subsidi BBM dihapuskan agar anggaran penghematan yang didapat lebih besar sehingga pembangunan bisa dilakukan dengan maksimal," kata Suryo Bambang Sulisto.

Menurut dia, bila anggaran subsidi energi Rp300 triliun bisa dihemat, maka setiap provinsi bisa mendapatkan dana Rp5 triliun untuk pembangunan.

Namun saat besaran kenaikan harga BBM tengah dikaji pemerintah, rencana kenaikan ini telah memicu kenaikan harga barang-barang di pasaran. Saat ada isu kenaikan harga BBM, harga barang-barang mulai merambat naik. Ketika kenaikan diumumkan, serta merta harga barang-barang naik lagi.

"Beban kami makin berat, sementara UMR yang telah disepakati saja, tidak dilaksanakan perusahaan," kata Ida, karyawan pabrik garmen.

Pengusaha angkutan umum darat yang bernaung pada Organda pun sudah siap menaikkan tarif angkutan hingga 35 persen pasca-kenaikan harga BBM. Ketua Umum Organda, Eka Sari Lorena, menyebutkan, menaikkan tarif merupakan kebijakan yang sangat berat diambil namun terpaksa dilakukan untuk mengimbangi lonjakan biaya operasional.

"Jelas, kenaikan BBM bersubsidi memukul para operator dan pengusaha transportasi darat. Kami sudah menahan biaya operasional yang membengkak akibat kenaikan harga sparepart dan tarif tidak pernah naik sejak 2009," katanya.

Dia mengakui, langkahnya ini akan menurunkan jumlah penumpang angkutan. Namun berdalih dengan kondisi yang ada, sangat sulit bagi pengusaha mengambil langkah lain. Berdasarkan hitungan Organda, jika harga BBM subsidi naik menjadi Rp6.000/liter maka akan ada penambahan biaya operasional kendaraan umum sekitar 30%-35%.

Kenaikan harga BBM, betapapun relatif kecil selalu berdampak pada lonjakan harga barang-barang kebutuhan pokok. Pemerintah tak hanya berhak menaikkan harga BBM, tetapi juga berkewajiban mengendalikan harga barang-barang untuk mengurangi beban berat puluhan juta rakyat kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yoseph Pencawan
Editor : Others
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper