Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mandatory Biodiesel dalam Solar Diusulkan Naik Hingga 30%

Sejumlah ekonom mengusulkan penggunaan biodiesel ke dalam solar menjadi 20%-30%, atau naik dari mandatory sebelumnya 10% agar lebih berdampak signifikan terhadap perbaikan transaksi berjalan.n
Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah ekonom mengusulkan penggunaan biodiesel ke dalam solar menjadi 20%-30%, atau naik dari mandatory sebelumnya 10% agar lebih berdampak signifikan terhadap perbaikan transaksi berjalan.
 
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Destry Damayanti menilai mandatory penggunaan biodiesel 10% dinilai kurang berdampak signifikan terhadap perbaikan neraca transaksi berjalan kedepannya, meski dapat menghemat devisa hingga US$4 miliar.
 
“Kami mengapresiasi upaya konversi energi dari pemerintah. Angka penggunaan biodiesel 10% itu cukup bagus, tetapi kurang nendang terhadap defisit neraca transaksi berjalan saat ini. Setidaknya harus naik sekitar 20%-30% biar efeknya signifikan,” ujarnya, Senin (2/12).
 
Dia menjelaskan Indonesia merupakan negara dengan produksi minyak sawit (crude oil palm/CPO) terbesar di dunia. Seiring belum pulihnya ekonomi dunia, lanjutnya, pasokan CPO dalam negeri menjadi melimpah.
 
Namun, besarnya pasokan justru berbanding terbalik dengan permintaan biodiesel dalam negeri yang masih terbatas saat ini. Destry menilai terbatasnya permintaan tersebut disebabkan harga BBM bersubsidi yang terlalu murah, sehingga harga biodiesel tidak mampu bersaing.
 
“Oleh karena itu, mandatory biodiesel 20%--30% juga harus disertai insentif dari pemerintah, sehingga penggunaan biodiesel dalam negeri meningkat secara signifikan. Alhasil dampaknya akan lebih baik terhadap ekonomi kita,” tuturnya.
 
Menurutnya, kebijakan penggunaan biodiesel 20%-30% tersebut juga relatif lebih mudah dan cepat daripada melakukan penambahan produksi minyak seperti eksplorasi, pembangunan kilang dan lain sebagainya yang realisasinya baru terasa dalam 3-5 tahun mendatang.
 
Senada dengan diatas, Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Aviliani mengatakan konsumsi BBM merupakan isu utama yang perlu diperbaiki segera karena kontribusinya yang besar terhadap neraca transaksi berjalan.
 
“Saat ini yang paling signifikan adalah impor BBM, lalu impor baja. Tapi impor baja harus dipilah-pilah dulu karena tidak bisa direm seluruhnya mengingat kebutuhan pembangunan infrastruktur sangat besar,” ujarnya.
 
Oleh karena itu, lanjutnya, konversi energi dari solar ke biodiesel lebih memungkinkan guna memperbaiki defisit transaksi berjalan dalam jangka pendek. Namun demikian, pemerintah juga harus konsisten dalam implementasinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper