Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank BUMN Minta Setoran Dividen Dikurangi

Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta pembagian dividen atas laba bersih perseroan sepanjang 2013 dapat dikurangi lebih rendah dari pay out ratio (POR) tahun lalu sebesar 30% dari laba bersih, atau maksimum 25%.

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta pembagian dividen atas laba bersih perseroan sepanjang 2013 dapat dikurangi lebih rendah dari pay out ratio (POR) tahun lalu sebesar 30% dari laba bersih, atau maksimum 25%.

Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Yap Tjai Soen mengatakan keinginan BNI pada tahun ini pemberian setoran dividen kepada pemegang saham tidak lebih dari 25% dari laba bersih yang dibukukan sepanjang 2013.

“Kami menginginkan [POR dividen] 20%-25% untuk kinerja 2013, sisanya masuk modal,” ungkapnya, Selasa (4/2/2014).

Komponen pembagian dividen, sambungnya, akan berpengaruh pada modal perseroan. Menurutnya, apabila modal emiten berkode BBNI ini merosot, tentu perseroan akan menghadapi kesulitan.

Jika permodalan BNI tidak kunjung naik, katanya, perseroan tidak lagi bisa menyalurkan pinjaman kredit. Belum lagi bila terjadi perubahan aturan-aturan terkait kredit yang mengakibatkan kekuatan penyaluran pinjaman BNI berkurang.

Dia menjelaskan bahwa kepemilikan saham publik di Bank BUMN telah dipatok oleh DPR maksimum 40% dari total saham. Untuk itu, perseroan tidak lagi dapat melakukan aksi korporasi dengan melakukan penawaran saham baru (right issue).

“Kecuali pemerintah mau setor uang, ini kan susah pemerintah setor uang, artinya tambah modal,” paparnya.

Pada tahun lalu, BNI membagikan dividen sebesar Rp2,114 triliun atau30% dari total laba bersih tahun buku 31 Desember 2012 sebesar Rp7,046 triliun. Artinya, setiap pemegang saham mendapatkan dividen setara dengan Rp113 per lembar saham.

Dia optimistis kinerja perseroan sepanjang 2013 akan moncer. Saat ini, laporan keuangan perseroan tengah digarap dan akan segera diumumkan kepada masyarakat dalam waktu dekat.

Hingga kuartal III/2013, BNI meraup laba bersih Rp6,5 triliun, naik 29,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari pertumbuhan laba tersebut, rasio retur on asset (ROA) meningkat dari 2,8% pada periode yang sama di tahun lalu menjadi 3,3%.

Kemudian return on equity (ROE), meningkat menjadi 21,8% dari 19,7%. Sementara nett interest margin turut meningkat dari 5,8% menjadi 6,1%. Pendapatan bunga bersih atau nett interest income tumbuh sebesar 23,4%, juga turut mendukung perbaikan rasio-rasio keuangan.

Pendapatan bunga bersih BNI mencapai Rp13,82 triliun pada kuartal III/2013 dari Rp11,20 triliun pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) BNI pada kuartal III/2013 tercatat Rp275,63 triliun naik dari Rp238,94 triliun. Nilai tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 15,4% yang didapat dari usaha menghimpun dana murah (CASA) senilai Rp34,9 triliun. BNI mencatat rasio kecukupan modal (CAR) turun dari 17,1% menjadi 15,7%.

“Kinerja keseluruhan tumbuh sesuai harapan masyarakat. Target kredit 2014 tumbuh 15%-17%,” jelasnya.

Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Muhammad Ali menyebutkan bahwa pihaknya akan mengikuti target yang ditetapkan oleh Kementerian BUMN terkait setoran dividen 2013. Kewajiban pembagian dividen akan ditentukan di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Menurutnya, setoran dividen bank BUMN berkatan dengan keseluruhan perusahaan pelat merah yang diharapkan dapat memberikan pendapatan bagi negara. Pendapatan itu tentunya berkaitan dengan APBN-P yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan disepakati bersama DPR.

“Berapapun ketentuan Kementerian BUMN kami akan laksanakan,” katanya kepada Bisnis.

Jika Kementerian BUMN mematok dividen maksimum 25% dari laba bersih 2013, emiten berkode BBRI itu akan mengalokasikan sisa laba tersebut sebagian besar untuk memperkuat permodalan.

Apabila struktur modal perseroan lebih kuat, tentu CAR akan lebih baik dibanding sebelumnya. Begitu pula jika CAR telah membaik, ekspansi penyaluran pembiayaan akan lebih kuat disbanding sebelumnya.

“CAR diproyeksikan sebesar 17%-18% pada tahun ini,” katanya.

Bank BRI membukukan laba bersih sepanjang 2013 sebesar Rp21,16 triliun, meningkat 14,25% dibandingkan periode 2012 sebesar Rp18,52 triliun.

Kenaikan laba tersebut berasal dari perkembangan pendapatan operasional yang tercatat Rp65,4 triliun atau tumbuh 16,2% selama 2013. Pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan bunga Rp57,3 triliun dan non bunga Rp8,1 triliun.

Pertumbuhan kredit emiten berkode BBRI itu mencapai 23,66% secara tahunan, dari Rp348,23 triliun pada Desember 2012 menjadi Rp430,62 triliun pada akhir 2013. Sedangkan rasio kredit bermasalah (NPL) per Desember 2013 sebesar 0,31% (nett), turun dari posisi di akhir Desember 2012 yang tercatat sebesar 0,34% (nett).

Dari sisi pendanaan, pada periode yang sama total DPK BRI mencapai Rp486,4 triliun atau tumbuh 11,53% year on year dari sebelumnya Rp436,1 triliun. Peningkatan DPK ini didominasi kenaikan produk Tabungan yang mencapai 15%.

Pada tahun lalu, BRI membagian dividen sebesar Rp5,556 triliun atau setara dengan 30% dari total laba bersih perseroan pada tahun buku 2012 senilai Rp18,520 triliun. Masing-masing pemegang saham mendapatkan dividen Rp225,23 per lembar saham.

Nixon L.P. Napitupulu, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri Tbk, belum bersedia berkomentar terkait setoran dividen kepada pemegang saham. “Bagaimana kalau nanti saja saat public expose, karena ini masalah yang sangat strategis,” ujarnya melalui pesan singkat.

Bank Mandiri mengantongi kenaikan laba bersih selama 9 bulan pada 2013 hingga 15,1% dari Rp11,1 triliun pada periode September 2012 menjadi Rp12,8 triliun pada September 2013. Total asset juga meningkat 19% menjadi Rp700,1 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Adapun rasio kredit bermasalah (NPL) netto mencapai 0,53%. Emiten berkode BMRI ini dapat menyalurkan kredit mencapai Rp450,8 triliun.

Penghimpunan DPK emiten berkode BMRI tersebut tercatat naik menjadi Rp514,2 triliun pada September 2013 dari Rp430,9 triliun pada September 2012. Giro dan Tabungan tercatat sebesar Rp330,7 triliun, tumbuh 21,8% dari posisi September 2012 sebesar Rp271,6 triliun.

Sementara pada tahun lalu, pemegang saham menyetujui pembagian dividen sebesar Rp4,65 triliun atau setara dengan 30% dari total laba bersih perseroan. Masing-masing pemegang saham mendapatkan dividen sebesar Rp119,3 per lembar saham.

PT Bank Tabungan Negara Tbk. membukukan laba bersih sebesar Rp1,057 triliun pada September 2013, naik tipis dari Rp1,021 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Perolehan laba ini didorong oleh pertumbuhan kredit dan pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp96,53 triliun.

Adapun DPK tercatat sebesar Rp88,537 triliun dengan total aset sebesar Rp123,319 triliun atau tumbuh 24,87% dari posisi yang sama pada 2012 yang sebesar Rp98,756 triliun.

Kredit dan Pembiayaan emiten berkode BBTN ini tumbuh dari Rp76,566 triliun pada 2012 menjadi Rp96,539 triliun. Pertumbuhan kredit ini mencapai 26% atau berada diatas pertumbuhan kredit nasional yang sebesar 22%.

Porsi pembiayaan pada kredit perumahan masih mendominasi dengan share 86,12% dari total kredit yang disalurkan perseroan selama kuartal/III 2013 sebesar Rp83,138 triliun. Sementara sisanya sebesar 13,88% atau Rp13,401 triliun disalurkan untuk pembiayaan kredit non perumahan.

Perseroan membagikan dividen sebesar Rp409 miliar, atau 30% dari total laba bersih tahun buku 2012 senilai Rp1,4 triliun. Masing-masing pemegang saham memperoleh dividen Rp38,73 per lembar saham.

Kementerian BUMN menargetkan setoran dividen bank-bank BUMN pada 2014 sebesar Rp 6,66 triliun, atau 25% dari proyeksi laba bersih tahun buku 2013 sebesar Rp45,5 triliun.

Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN Gatot Trihargo menuturkan, pada 2014, pemerintah berencana menarik dividen dari BUMN perbankan maksimal sebesar 25% dari laba bersih, lebih rendah dibandingkan pay out ratio dividen tahun lalu yang mencapai 30%. Penurunan POR dividen tersebut dilakukan guna menjaga target pertumbuhan kredit BUMN perbankan pada tahun depan di atas 20%.

Menurut Gatot, penurunan rasio dividen tersebut, berpengaruh cukup signifikan terhadap likuiditas pendanaan dan pada kinerja BUMN perbankan pada akhirnya. Dividen BUMN perbankan, menurut dia, tidak dapat dipatok lebih tinggi, karena dapat menurunkan daya saing bank-bank BUMN terhadap perbankan swasta yang tidak dibebani dividen yang tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper