Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PILEG 2014: Ini Harapan Pelaku Industri Keuangan Non-Bank

Sejumlah pelaku industri keuangan non-bank (IKNB) mengharapkan anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) yang terpilih dalam pemilihan umum legislatif pada Rabu (9/4) dapat membela perusahaan lokal.
 Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA--- Sejumlah pelaku industri keuangan non-bank (IKNB) mengharapkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terpilih dalam pemilihan umum legislatif pada Rabu (9/4) dapat membela perusahaan lokal.

Harjanto Tjitohardjojo, Direktur PT Mandiri Tunas Finance, mengharapkan pemilu legislatif dapat menghasilkan anggota DPR yang membela kepentingan perusahaan multifinance yang dimiliki oleh Indonesia.

“Saat ini banyak (perusahaan di) industri multifinance yang dimiliki oleh Malaysia, Jepang, Singapura dan lain-lain menjadi raksasa di Indonesia,” kata Harjanto kepada Bisnis, Selasa (8/4/2014).

Pihaknya berharap regulator dapat menghasilkan kebijakan yang mendukung perusahaan pembiayaan yang dimiliki oleh pihak lokal. Menurutnya, perusahaan lokal perlu menjadi tuan rumah di negara sendiri. “Tentunya dengan produk dan pelayanan yang baik.” 

Dengan demikian, anggota DPR terpilih perlu memiliki kerangka kerja lima tahunan yang efektif untuk industri keuangan di Indonesia.

Berdasarkan catatan Bisnis, industri pembiayaan merupakan salah satu sektor yang belum memiliki dasar regulasi berupa undang-undang. Sektor di IKNB lain seperti industri asuransi dan dana pensiun telah memiliki UU yang dikeluarkan pada 1992.

UU merupakan produk hukum yang dibahas serta diputuskan oleh pemerintah dan DPR. Wacana mengenai pembuatn UU tentang Multifinance pernah muncul, namun sampai sekarang UU tersebut tidak pernah jadi.

Dalam kesemptan terpisah, Direktur Utama PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Antonius Chandra Napitupulu mengatakan perlindungan terhadap perusahaan asuansi lokal juga terjadi di negara lain termasuk negara maju,

“Namun, tidak over protektif sehingga daya saing menjadi tumpul, sehingga harus ada semacam SNI (Standar Nasional Indonesia) yang ditetapkan dengan tegas dan konsisten,” katanya.

SNI tersebut dianggap harus selalu diperbarui karena teknologi jasa keuangan selalu berkembang. Antonius mengatakan harus ada penalti yang tegas apabila SNI tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan lokal maupun perusahaan asing di Indonesia.

“Selain itu juga harus ada azas resiprokal dalam hal ketentuan standar industri di negara lain. Contoh di industri perbankan di Singapura dan Malaysia, syaratnya ketat sekali, sedangkan di Indonesia tidak,” katanya.

Terkait industri asuransi, anggota DPR RI periode 2009-2004 di Komisi XI tengah membahas RUU Usaha Perasuransian yang merupakan revisi dari UU No.2/1992 tentang Usaha Perasuransian. RUU telah dibahas sejak awal tahun lalu dan belum rampung hingga saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper