Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENGUATAN EKONOMI: Karena Fundamental, Bukan Terkait Capres

Menguatnya ekonomi Indonesia akhir-akhir ini, yang ditandai dengan penguatan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah, sama sekali tidak terkait dengan sentimen pelaku pasar terhadap sosok calon presiden (Capres) tertentu yang diusung partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu).
Ilustrasi penguatan ekonomi/JIBI
Ilustrasi penguatan ekonomi/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA--Menguatnya ekonomi Indonesia akhir-akhir ini, yang ditandai dengan penguatan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah, sama sekali tidak terkait dengan sentimen pelaku pasar terhadap sosok calon presiden (Capres) tertentu yang diusung partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu).

Namun, lebih disebabkan oleh semakin kuatnya fundamental ekonomi Indonesia sebagai buah dari rangkaian paket kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah.

Demikian disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menanggapi pandangan berbagai kalangan yang menghubungkan tampilnya sosok Capres dari partai tertentu sebagai penyebab penguatan ekonomi di Indonesia pada akhir-akhir ini.

Firmanzah mengutarakan, para pelaku ekonomi merupakan aktor-rasional yang terus mendasarkan keputusan cost-benefit berdasar pada hal-hal yang bersifat fundamental.

“Karena itu, ketika fundamental ekonomi suatu negara memburuk, perekayasaan sentimen di pasar tidak akan efektif untuk misalnya meyakinkan investor untuk berinvestasi baik di pasar modal maupun sektor riil,” jelasnya seperti dilansir laman Setkab, Senin (14/4/2014).

Diakui oleh  Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, khusus di pasar modal dan pasar keuangan, sensitivitas terhadap sentimen relatif tinggi bila dibandingkan dengan di sektor riil.

Namun ia mengingatkan, kalau dilihat dalam spektrum lebih panjang, pergerakan kinerja pasar modal dan keuangan akan berjalan searah dengan pergerakan fundamental ekonomi.

Firmanzah lantas menunjuk contoh, pada semester-II 2013, ketika isu pengurangan stimulus moneter ke-III (quantitative easing III) disampaikan oleh The Fed ditambah dengan ketidakseimbangan antara ekspor-impor nasional membuat sentiment capital-outflow meningkat. Hasilnya, IHSG dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS  melemah.

Namun, ketika Indonesia mampu memperbaiki aspek fundamental ekonomi seperti menjinakkan pergerakan inflasi, membuat surplus neraca perdagangan, meningkatkan cadangan devisa dan menjaga realisasi pertumbuhan ekonomi pada akhir 2013, maka terjadi trend positif pada IHSG dan pergerakan nilai tukar rupiah di kuartal-I 2014.

“Artinya, meskipun tergoncang dalan jangka pendek, dalam jangka menengah dan panjang pasar akan membangun sentimen positif berdasarkan trend penguatan fundamental ekonomi nasional,” terang Firmanzah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ismail Fahmi
Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper