Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBN 2014: Ini Alasan Kenapa Harus Direvisi?

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah mengemukakan, di tengah tahun Pemilu 2014 Indonesia menghadapi tantangan ekonomi dan fiskal yang tidak ringan.
Ilustrasi bujet. APBN 2014 mau tak mau harus direvisi/Bisnis
Ilustrasi bujet. APBN 2014 mau tak mau harus direvisi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA--Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah  mengemukakan, di tengah tahun Pemilu 2014  Indonesia menghadapi tantangan ekonomi dan fiskal yang tidak ringan.

Selain harus melakukan mitigasi sebagai dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, Indonesia harus menerima kenyataan adalah menurunnya realisasi penerimaan dari sektor perpajakan.

“Mau tidak mau APBN 2014 harus direvisi untuk disesuaikan dengan kondisi terkini,” kata Firmanzah di Jakarta, Senin (2/6/2014) pagi seperti dilansir laman Setkab.

Menurutnya,   The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) baru-bari ini telah merevisi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,4%  dari proyeksi awal 3,6% pada  November tahun lalu.

Sementara itu, realisasi pertumbuhan ekonomi banyak negara pada kuartal I-2014 dibawah proyeksi awal, seperti  China  hanya tumbuh 7,4%, Brasil 0,2%, India 4,6%, Rusia 0,9%, dan Amerika Serikat hanya 0,1%. 

Sedikit berbeda dengan WTO yang sempat menaikkan proyeksi perdagangan dunia pada 2014 yang tumbuh 4,7% bulan lalu, OECD justru mencatat ekspor negara-negara G7 dan BRICS turun sebesar 2,6% pada kuartal I-2014.

Sejumlah ketegangan di beberapa wilayah seperti Ukraina, Laut China Selatan, dan Timur Tengah, lanjut Firmanzah, juga dikhawatirkan turut memperbesar ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia.

Hal ini turut berdampak pada rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2014 di sejumlah negara ASEAN, misalnya realisasi ekspansi PDB Filipina hanya sebesar 5,7% dan Thailand terkontraksi 0,6%.

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan itu memastikan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia telah berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagaimana dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) dimana  pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2014 hanya sebesar 5,2%.

Realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2014 itu, lanjut Firmanzah, memberikan implikasi dari sisi fiskal yang tidak sederhana dan membutuhkan segera langkah-langkah antisipasi.

“Dengan situasi dunia yang tidak kondusif, dapat dipastikan revisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 perlu segera dilakukan. Dimana target dalam APBN 2014  sebesar 6,0%  perlu disesuaikan dengan kondisi terkini,” papar Firmanzah.

Menurut Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, salah satu fokus perhatian pemerintah dalam APBN-P 2014 adalah revisi penerimaan negara yang semula ditargetkan dalam APBN 2014 sebesar Rp1.667,1 triliun.

Ia menyebutkan revisi dari sisi penerimaan dilakukan dengan mempertimbangkan resiko tidak tercapainya penerimaan dari sektor perpajakan yang semula ditargetkan sebesar Rp1.280,4 triliun.

Menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, kata Prof. Firmanzah,juga berpengaruh atas realisasi penerimaan sektor perpajakan  tahun ini. 

Oleh karena itu, direvisinya target penerimaan negara dinilai Firmanzah,  akan berdampak pada penyesuaian dari sisi pengeluaran agar defisit anggaran sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu tidak boleh melampui dari 3% dari PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ismail Fahmi
Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper