Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PILPRES 2014: Prediksi dan Analisis Investasi Ekonomi dan Industri (3)

Berikut hasil simulasi investasi tim riset Henan Putihrai Analytics yang mungkin terjadi berdasarkan diskusi internal dan dengar pendapat dengan investor asing melalui conference call untuk kedua pasangan capres dan cawapres Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, jika memenangkan Pilpres 2014.
 Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dijadwalkan akan menetapkan dan mengumumkan hasil Pilpres 9 Juli 2014 secara nasional pada 21—22 Juli mendatang.

Berikut hasil simulasi investasi tim riset Henan Putihrai Analytics yang mungkin terjadi berdasarkan diskusi internal dan dengar pendapat dengan investor asing melalui conference call untuk kedua pasangan capres dan cawapres Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, jika memenangkan Pilpres 2014.

Implikasi Industri dengan Skenario Subsisi BBM Dikurangi

Keuangan:          Biaya bunga meningkat pascapengurangansubsidi BBM namun seiring pulihnya kondisi struktural dan pola konsumsi, maka perbankan dapat meneruskan biaya bunga kepada konsumen.

Pola konsumsi berpotensi terganggu di awal pasca pencabutan subsidi, namun seiring membaiknya kondisi investasi maka struktur ekonomi yang lebih sehat akan menopang pola konsumsi yang normal.

Konstruksi & Properti: Pelaksanaan proyek konstruksi dan pengembangan properti berpotensi terganggu di awal pengurangan subsidi BBM disamping terganggunya daya beli properti ritel.

Namun, Pemerintah lebih fleksibel untuk mendukung program konstruksi karena porsi anggaran yang lebih sehat pasca pengurangan subsidi BBM.

Infrastruktur:     Pembangunan infrastruktur ditopang oleh porsi anggaran Pemerintah baru yang lebih sehat meskipun biaya dana dari sektor keuangan relatif mahal pasca kenaikan suku bunga.

Industri Dasar: Pertumbuhan industri signifikan ditopang oleh kontraktor konstruksi, properti dan infrastruktur.

Namun, terdapat potensi gangguan dari konsumen yang membangun properti tanpa dukungan kontraktor atau pengembang.

Konsumsi:           Daya beli masyarakat yang terganggu dalam jangka pendek akan menghambat pertumbuhan sektor konsumsi.

Namun, dengan kondisi struktur ekonomi yang lebih sehat karena dibiayai oleh investasi, maka Pemerintah lebih fleksibel jika terpaksa melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat sikllikal atau sementara.

Pemerintah lebih leluasa melakukan kebijakan pro-konsumsi.

Perdagangan: Pertumbuhan permintaan sektor perdagangan untuk durable goodsberpotensi terganggu sementara non-durable goodsmasih berpotensi tumbuh dalam jangka pendek.

Pertumbuhan jangka menengah dan panjang berpotensi lebih baik untukdurable goodsmaupun non-durable goodsserta jasa terutama yang bersifat impor.

Aneka Industri: Dalam jangka pendek pertumbuhan sektor aneka industri akan terganggu oleh kenaikan suku bunga.

Namun pertumbuhan jangka menengah dan panjang akan kembali normal.

Perkebunan: Iklim kering yang berkepanjangan di Asia Tenggara dengan terjadinya El Nino berpotensi mengganggu produksi beras dan sawit di akhir 2014, sehingga berpotensi meningkatkan volatilitas harga beras dan sawit di akhir 2014.

Pertambangan: Pemerintahan baru berpotensi mendukung investasi untuk meningkatkan produksi minyak dan gas. Volume produksi dan efisiensi biaya merupakan peran penting bagi industri tambang batubara saat ini hingga lima tahun mendatang. Kedua hal tersebut perlu dilakukan dalam mengantisipasi penurunan harga batubara yang diperkirakan akan bergerak di kisaran USD 75 – 90 per ton hingga lima tahun ke depan.

Pergeseran sebagian besar sumber energi di China dari batubara menjadi hidro serta membaiknya infrastruktur transportasi batubara diperkirakan menjadi salah satu alasan fundamental tertekannya harga batubara.

Khusus pertambangan nikel, ada dua (2) alternatif yang berpotensi terjadi:

Alternatif 1:

Defisit supply diperkirakan masih berlangsung sampai 2016.  Apabila pembangunan smelter di Indonesia berjalan dan ekspor nikel dari Filipina dalam jangka pendek mampu menutup gap, serta permintaan nikel tumbuh sesuai CAGR 7 tahun pada level 3.9% maka pada 2017 diperkirakan akan kembali terjadioversupply persediaan yang masuk dari Indonesia dan Filipina. Namun, apabila pemulihan ekonomi dunia berlangsung baik dan permintaan nikel tumbuh di atas CAGR 7 tahun atau mencapai level 8.1%, maka defisit nikel akan tetap berlanjut hingga 2020.

Alternatif 2:

Apabila, pembangunan smelter di Indonesia menunjukkan ramp-up rate yang sangat lambat sebagai dampak pasokan sumber energi dan minimnya sumber daya dalam pembangunan smelter serta arah kebijakan pemerintah yang tidak mendukung. Filipina juga tidak mampu menutup gap deficit persediaan akibat kadar ore nickle yang sangat rendah dan tidak sesuai untuk kondisi kebutuhan pasar China. Pasar memperkirakan defisit persediaan akan berlangsung selama 6 tahun kedepan sampai 2020. Persediaan nikel diperkirakan jatuh sebesar 78% di 2018 dan 91% di 2020. Hal ini akan terus mendorong naik harga nikel dunia.

Sumber: HP Analytics

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nurbaiti
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper