Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Volume Ekspor CPO Diyakini Membaik

Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menilai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap kelapa sawit bakal mendorong kenaikan volume ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO)
Tandan buah segar/Bisnis.com
Tandan buah segar/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menilai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap kelapa sawit bakal mendorong kenaikan volume ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Ketua Umum DMSI Derom Bangun mengatakan pengenaan PPN terhadap tandan buah segar (TBS) kelapa sawit akan mendorong para pengusaha perkebunan sawit mendapatkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).

“Dengan adanya pengenaan PPN terhadap sawit, ada peluang bagi pekebun menengah kecil itu untuk mengurus sertifikat ISPO. Tentunya, semakin banyak pekebun yang memiliki sertifikat, dapat mendorong ekspor lebih besar,” tuturnya, Rabu (16/7/2014).

Sekadar informasi, performa ekspor nonmigas dari CPO pada periode Mei, naik 72,97% dari bulan sebelumnya menjadi US$1,93 miliar. Capaian tersebut merupakan torehan kenaikan terbaik di antara semua komoditas ekspor nonmigas pada bulan tersebut.

Dari ratusan pekebun, Derom menyebutkan baru 40 perusahaan sawit yang telah memiliki sertifikat ISPO, dimana perusahaan tersebut tergolong perusahaan besar. Sementara sisanya, belum memiliki sertifikat ISPO.

Menurutnya, untuk memperoleh sertifikat ISPO cukup sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Padahal, biaya produksi yang harus dikeluarkan pekebun menengah kecil cukup besar, terutama biaya pupuk yang menyumbang biaya produksi hingga 40%.

Menurutnya, pekebun menengah kecil rata-rata memiliki luas kebun kurang dari 500 hektare, sehingga biaya produksi yang digunakan relatif lebih besar dari pekebun besar. Alhasil, pengenaan PPN terhadap sawit akan mengurangi beban produksi.

Seperti diketahui, pekebun sawit dibedakan atas 3 kategori, a.l. pertama, pekebun besar yang memiliki pabrik pangolahan. Kedua, pekebun menengah tanpa pabrik yang titip olah hasilnya di pabrik pekebun lain. Ketiga,  pekebun menengah tanpa pabrik yang menjual TBS.

Sebelum direvisi, PMK No. 21/2014 memfasilitasi golongan pertama dan kedua untuk merestitusi pajak masukan seperti pupuk dan sarana produksi TBS lainnya. Sementara, golongan ketiga tidak dapat melakukan restitusi.

Menurutnya, situasi ini tidak baik bagi perkembangan industri sawit nasional yang sedang menghadapi berbagai tantangan terutama menyangkut keberkelanjutan. Dia menilai seluruh pekebun menginginkan usaha yang berkelanjutan, sekaligus memperoleh sertifikat ISPO.

“Kami berharap putusan MA bisa segera diberlakukan dan diterapkan, sehingga pekebun sawit yang hanya bisa menjual TBS sawit mendapatkan kesempatan merestitusi pajak masukan, seperti pupuk dan lain sebagainya,” tuturnya.

Hingga saat ini, sambung Derom, pemerintah belum melaksanakan putusan Mahkamah Agung No. 70 P/HUM/2013 yang telah diputuskan pada 25 Februari 2014 dalam permohonan keberatan yang diajukan oleh Kadin Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper