Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengendalian Kuota BBM: Bank Dunia Anggap RI Terlalu Optimistis

Bank Dunia menilai pemerintah RI terlalu optimistis dengan sejumlah cara yang dilakukan untuk mengendalikan konsumsi BBM subsidi 46 juta kiloliter tahun ini.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Dunia menilai pemerintah RI terlalu optimistis dengan sejumlah cara yang dilakukan untuk mengendalikan konsumsi BBM subsidi 46 juta kiloliter tahun ini.

Untuk 2014, pemerintah memilih fokus pada pembatasan kuantitatif alias mengontrol volume konsumsi BBM ketimbang menaikkan harganya.

Dalam APBN Perubahan 2014, pemerintah merevisi kuota BBM dari 48 juta kl menjadi 46 juta kl untuk menekan pembengkakan subsidi.

Pengendalian konsumsi itu dilakukan dengan menegakkan larangan penggunaan BBM subsidi pada kendaraan pemerintah, pertambangan, kapal laut nonpenumpang, serta konversi dari BBM ke BBG.

“Pengalaman terakhir menunjukkan upaya ini menghadapi tantangan dan efektivitasnya terbatas,” kata ekonom utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop saat menyampaikan Indonesia Economic Quarterly, Senin (21/7/2014).

Seperti diketahui, APBN-P 2014, termasuk revisi pasal 14, mengurangi fleksibilitas pemerintah dalam mengelola belanja subsidi energi.

Padahal, dalam APBN 2014 pemerintah atas persetujuan parlemen diperbolehkan menyesuaikan belanja subsidi energi dengan mempertimbangkan realisasi dan perubahan proyeksi makroekonomi serta parameter subsidi energi.

Dalam revisi APBN 2014, referensi menurut parameter subsidi energi dihapus dan asumsi makroekonomi yang dapat menjadi penentu perubahan alokasi subsidi hanyalah harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.

Artinya, pemerintah tidak punya lagi fleksibilitas untuk menyesuaikan subsidi energi karena perubahan parameter subsidi energi, termasuk kuota.

Perubahan ketentuan ini membuat kuota lebih mengikat daripada sebelumnya.

Menteri Keuangan M. Chatib Basri menyampaikan pemerintah tidak menaikkan harga BBM subsidi tahun ini karena tidak yakin gagasan itu mendapat restu dari DPR.  

Masa transisi politik membuat partai manapun mengutamakan kebijakan populis.

“Kalau mau naikkan (harga BBM), Presiden kita mau ngomong dengan siapa, karena ini periode transisi,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Menkeu, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menyerahkan kebijakan penaikan harga bahan bakar fosil itu kepada pemerintahan selanjutnya, saat suhu politik sudah stabil.

Chatib sepakat jika subsidi BBM harus dikurangi, salah satunya dengan menerapkan skema subsidi tetap, yakni subsidi per liter BBM dikunci di angka tertentu, misalnya Rp1.000 per liter, guna mencegah pembengkakan subsidi.

Namun, sebelum menuju ke tahap itu, lanjutnya, harga BBM subsidi ke depan perlu dinaikkan setiap tahun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper