Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DWELLING TIME: Pemerintah Fokus Perbaiki Lima Isu Utama

Guna mengurangi masa tunggu dan bongkar muat (dwelling time), pemerintah akan mempercepat perbaikan terhadap lima isu utama melalui metodologi laboratorium pemangku kepentingan atau minilab.
Bisnis.com, JAKARTA—Guna mengurangi masa tunggu dan bongkar muat (dwelling time), pemerintah akan mempercepat perbaikan terhadap lima isu utama melalui metodologi laboratorium pemangku kepentingan atau minilab.

Menteri Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan perlu ada satu suara antarkementerian/lembaga (KL) yang terkait dalam proses dwelling time agar tercipta sistem kepelabuhan nasional yang tidak menimbulkan masalah ke depannya.
“Metodologi yang dipakai adalah minilab. Artinya setiap KL yang terlibat untuk berkomunikasi satu sama lain, berkoordinasi satu sama lain. Suara dari tiap KL itu harus sama, tidak beda-beda. Tidak ada A, B, atau C. Cuma A saja,” kata menteri yang dikenal dengan panggilan CT ini.

Dengan satu suara tersebut, Chairul berharap pelaku usaha, khususnya importir dan eksportir akan mendapatkan proses kemudahan usaha.

Alhasil, minat investor untuk berinvestasi di Indonesia kian meningkat seiring membaiknya iklim usaha.

Dalam rapat final simulasi minilab yang digelar di Gedung Kementerian Keuangan, pemerintah memprioritaskan lima isu utama a.l. pertama, minilab standarisasi dwelling time.

Chairul mengaku standarisasi perhitungan dwelling time tiap KL berbeda.

“Nah, tadi saya minta kepada tiap KL terkait agar 17 Agustus 2014 nanti, harus sudah ada satu standarisasi perhitungan dwelling time yang dipakai oleh seluruh KL,” ujar Menko sekaligus CEO dari CT Corp ini.

Kedua, minilab terkait dengan manajemen impor, yakni barang pangan dan produk pertanian.

Pemerintah mengaku manajemen impor diperlukan agar efisiensi dalam waktu pemrosesan barang impor tersebut lebih cepat.

Chairul mengaku pemrosesan barang impor dari beberapa KL masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu, perlu didorong ke tahap komputerisasi, sehingga seluruh proses di tiap KL dapat menjadi satu kesatuan.

Ketiga, minilab perizinan impor untuk barang nonpertanian dan nonpangan.

Keempat, minilab manajemen risiko.

Chairul menilai manajemen risiko antar KL berbeda-beda sehingga menyulitkan proses ekspor impor para pelaku usaha.

“Jadi nanti itu hanya akan ada satu manajemen risiko terkait barang impor dan ekspor, yakni manajemen risiko Indonesia. Jadi tidak ada lagi manajemen risiko KL ini dan itu. Alhasil, apabila diperiksa salah satunya, itu sudah mewakili semua stakeholder,” tegasnya.

Kelima, minilab terkait operasi optimalisasi pelayanan 24/7.

Chairul mengaku sistem pelayanan 24/7 relatif sudah baik. Hanya saja, implementasi pelayanan tersebut harus dipercepat, sehingga dalam waktu dekat, para pelaku usaha bisa merasakan.

Sementara itu, Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono mengaku pihaknya telah melakukan simulasi minilab internal untuk memecahkan masalah dwelling time.

Hanya saja, permasalahan yang ada justru dari KL lainnya.

“Oleh karena itu, kami minta minilab dengan KL lainnya. Dalam dua minggu kemarin, kami bersama-sama fokus dwelling time, dan salah satu hasilnya adalah pimpinan tiap KL harus turun tangan karena masalah dwelling time itu lintas kementerian,” tuturnya.

Agung menuturkan pemerintah telah menetapkan timeline untuk program minilab tersebut. Kendati demikian, Menteri Perekonomian meminta program minilab tersebut dipercepat sehingga dapat selesai pada tahun ini.

Dia juga menambahkan pemerintah akan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai payung hukum dalam mengikat komitmen pimpinan tiap KL dalam menurunkan dwelling time.

Meskipun demikian, sanksi bagi KL yang tidak bekerja sesuai target tidak ada.

Seperti diketahui, biaya logistik Indonesia saat ini mencapai sebesar 27% dari PDB.

Biaya logistik Indonesia tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam 25%, Thailand 20%, Malaysia 13%, maupun Singapura sebesar 8%.

Kendati demikian, angka Indeks Kinerja Logistik 2014 yang dirilis Bank Dunia menunjukkan Indonesia berada di posisi ke-53 dengan skor 3,08.

Angka ini lebih baik dibandingkan dengan periode 2012 di posisi ke-59 dengan skor 2,94.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper