Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENERIMAAN PAJAK: Target 14% dalam RPJM 2014-2019 Sulit Direalisasikan

Kendati Kementerian Keuangan tengah menyusun skema Badan Penerimaan Negara, target rasio penerimaan pajak sebesar 14% dalam draft teknokratik RPJM 2014-2019 diprediksi sulit untuk direalisasikan.
 Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA—Kendati Kementerian Keuangan tengah menyusun skema Badan Penerimaan Negara, target rasio penerimaan pajak sebesar 14% dalam draft teknokratik RPJM 2014-2019 diprediksi sulit untuk direalisasikan.

Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengaku kinerja penerimaan pajak dalam tahun-tahun selanjutnya masih akan menghadapi tantangan yang sangat berat seiring dengan melemahnya harga komoditas dan masih terbatasnya jumlah pegawai Ditjen Pajak.

“Sebagian besar penerimaan pajak kita ini, tergantung dari sektor tambang dan perkebunan, butuh waktu agar berubah jadi manufaktur. Pegawai juga tidak bisa tiba-tiba menjadi 120.000 orang dari 30.000 orang,” katanya, Jumat (15/8/2014).

Kendati demikian, dia optimistis penerimaan pajak tahun depan akan lebih baik mengingat sudah diambil langkah-langkah ekstensifikasi sejak 2013. Bahkan, Menkeu mengaku realisasi penerimaan pajak 2014 bisa lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu.

Berdasarkan catatan Bisnis, realisasi penerimaan pajak sejak 2007 hingga 2013 belum pernah sekalipun menyentuh target penerimaan pajak. Adapun, angka shortfall pajak—selisih antara target dan realisasi—pada tahun lalu mencapai Rp88 triliun, terbesar sepanjang sejarah.

Bahkan, dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan penerimaan pajak selalu berada di bawah 20%. Bahkan, tren pertumbuhan pajaknya cenderung menurun. Adapun, pertumbuhan pajak tahun lalu hanya 11%, atau terendah sejak lima tahun terakhir.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai target rasio pajak 14,2% pada 2019 terlampau tinggi. Menurutnya, pemerintah setidaknya perlu pertumbuhan penerimaan pajak lebih dari 20% agar target tersebut bisa tercapai.

“Butuh ekstra effort dan komitmen dari segala pihak jika ingin mengejar target 14%. Bahkan, Jokowi sendiri menargetkan 16%. Tetapi saya yakin bisa apabila pemerintah dapat mereformasi perpajakan secara sungguh-sungguh, misalnya segera membentuk BPN,” jelas Yustinus.

Selain pembentukan BPN, dia menilai pemerintah harus mengurangi ketergantungan penerimaan pajak dari sektor komoditas. Menurutnya, masih banyak jalan bagi pemerintah dalam meningkatkan kinerja penerimaan pajak.

Saat ini, sambungnya, pemerintah harus mulai mengantisipasi upaya-upaya penghindaran pajak. Menurutnya, modus penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak ‘nakal’ belum banyak diantisipasi oleh otoritas pajak.

“Banyak wajib pajak yang berinvestasi di luar negeri, tetapi malah menyimpan penghasilannya itu di luar negeri guna menghindari pajak. Nah, Ditjen Pajak selama ini belum menyentuh hal-hal seperti ini, padahal potensinya besar,” katanya.

Selain itu, Ditjen Pajak juga harus memperluas basis pajak karena jumlah wajib pajak yang terdaftar saat ini masih terlampau rendah. Seperti diketahui, basis pajak saat ini baru mencapai 26 juta, atau sekitar 10% dari total jumlah penduduk.

Sekadar informasi, realisasi penerimaan pajak periode Januari-8 Agustus 2014 baru mencapai Rpp503,57 triliun, atau 51% dari target penerimaan pajak APBN-Perubahan 2014 sebesar Rp988,48 triliun.

Nilai realisasi tersebut tumbuh 10% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp457,25 triliun. Kinerja tersebut lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan penerimaan pajak tahun sebelumnya sebesar 9%.

Dari nilai realisasi tersebut, pajak penghasilan (PPh) nonmigas menyumbang Rp276 triliun, atau tumbuh 9,37%. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) menyumbang Rp224 triliun, tumbuh 11,38%.

Kendati demikian, pertumbuhan penerimaan pajak dari PPN dan PPnBM tersebut justru turun tipis jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh 11,54%. Hal ini disebabkan a.l. melambatnya pertumbuhan ekonomi, dan menurunnya daya beli masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper