Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENERIMAAN PAJAK: Pertumbuhan Tahun Ini Terancam Satu Digit

Seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi, realisasi penerimaan pajak pada tahun ini terancam hanya tumbuh satu digit, setelah empat tahun sebelumnya selalu mencatatkan pertumbuhan di atas dua digit, atau rata-rata sebesar 14%.
Kantor Pelayanan Pajak/Bisnis
Kantor Pelayanan Pajak/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi, realisasi penerimaan pajak pada tahun ini terancam hanya tumbuh satu digit setelah empat tahun sebelumnya selalu mencatatkan pertumbuhan di atas dua digit, atau rata-rata sebesar 14%.
 
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LPKK) 2008-2013, tren pertumbuhan penerimaan pajak terus mencatatkan penurunan setelah 2008, yang sempat menembus 30%. Adapun, realisasi penerimaan pajak tahun lalu sebesar 833 triliun, atau tumbuh 11%.
 
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan Ditjen Pajak hanya bertumpu pada subjek dan objek yang ada. Dengan kata lain, otoritas pajak gagal memperluas basis pemajakan atau broadening tax bases.
 
“Jika saya lihat, pertumbuhan ekonomi ini semakin tak berkualitas, karena tidak diikuti pembangunan industri baru, penyerapan tenaga kerja, daya saing, dan lain sebagainya. Alhasil, tidak menimbulkan efek peningkatan objek pajak,” jelasnya, Minggu (17/08).
 
Yustinus memprediksi pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun ini berada di kisaran 8%-9%, atau terendah sejak 2009 yang lalu, sebesar 0,2%. Menurutnya, angka perkiraan tersebut diambil seiring kian melambatnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang rendah.
 
Apabila tren penurunan pertumbuhan ekonomi berlanjut, dia menilai sumbangan penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) akan terkena dampak paling besar. Bahkan, penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) juga akan menurun pada semester II atau kuartal IV.
 
“Dampaknya bisa kemana-mana. Selain PPN, penerimaan dari PPh juga tergerus karena wajib pajak bisa saja akan mengurangi/menghentikan setoran PPh Pasal 25 karena pada 2015 berpotensi lebih bayar,” tuturnya.
 
Dia menilai strategi Ditjen Pajak saat ini kurang antisipatif terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi, sehingga berdampak terhadap rendahnya penerimaan pajak. Padahal, perlambatan pertumbuhan ekonomi sudah diprediksi pemerintah sebelumnya.
 
Pengamat perpajakan Universitas Indonesia Darussalam menuturkan Ditjen Pajak seharusnya mampu mempertahankan pertumbuhan penerimaan pajak sebesar dua digit, meskipun pertumbuhan ekonomi kian melambat hingga di kisaran 5,1%-5,3%.
 
“Memang pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi akan lebih rendah dari target APBN-P 2014, tetapi kan masih ada sektor-sektor yang bisa belum digali potensi penerimaan pajak. Jadi, tanpa memperhatikan PDB, pertumbuhan penerimaan pajak masih bisa dua digit,” katanya.
 
Dia menilai mindset pertumbuhan ekonomi yang turun menyebabkan penerimaan pajak turun harus diubah. Menurutnya, potensi penerimaan pajak yang belum disisir Ditjen Pajak masih sangat besar, sehingga perlu ada strategi yang kreatif guna mengejar potensi tersebut.
 
Strategi ekstensifikasi pajak selama ini, katanya,  tidak memikirkan kapasitas Ditjen Pajak. Alhasil, ekstensifikasi yang ada belum memberikan kontribusi yang berarti, baik meningkatan kepatuhan wajib pajak, maupun penerimaan pajak.
 
“Ekstensifikasi pajak masih lemah. Misalnya, program sensus pajak, yang ternyata tidak signifikan menyumbang penerimaan pajak. Lalu sama juga dengan pajak final terhadap UKM. Responsivitas penerimaan pajak dari pertumbuhan ekonomi akhirnya rendah,” jelasnya.
 
Sementara itu, Plt. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Wahju Karya Tumakaka mengatakan optimistis penerimaan pajak tahun ini tumbuh di atas 10%. Menurutnya, Ditjen Pajak akan berupaya maksimal hingga akhir tahun ini.
 
“Enggak sampai single digit lah. Memang itu butuh ekstra effort, tetapi kami memang dituntut harus bisa mengejar target penerimaan pajak. Selain itu yang terpenting adalah jangan sampai shortfall-nya terlalu besar,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper