Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENGELOLAAN MAKROEKONOMI: Inflasi Terkendali, Untung Atau Buntung

SEWAKTU Rusman Heriawan mengepalai Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa tahun silam, wartawan peliput isu makroekonomi dan moneter punya kalimat yang selalu ditunggu setiap awal bulan. Sebuah kalimat polos milik Rusman, yang mengundang senyum tertahan para wartawan.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - SEWAKTU Rusman Heriawan mengepalai Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa tahun silam, wartawan peliput isu makroekonomi dan moneter punya kalimat yang selalu ditunggu setiap awal bulan. Sebuah kalimat polos milik Rusman, yang mengundang senyum tertahan para wartawan.

“Jadi begini ya. BPS itu tidak boleh beropini. Tapi menurut saya...,” kata Rusman dengan kilat mata jenakanya, sebelum berpanjang lebar menjawab berbagai pertanyaan para wartawan—yang duduk-duduk cengar-cengir menahan senyum kemenangan masuknya Rusman ke perangkap berita.

Lain ladang lain belalang, lain Rusman lain pula Suryamin. Yang disebut terakhir ini adalah kepala BPS pengganti Rusman yang pada 2011 promosi menjadi wakil menteri pertanian. Bukannya bemaksud untuk membandingkan, tapi kalimat polos yang mengundang senyum milik Rusman itu memang menghilang.

Penampilan Suryamin di media, meski terlihat agak kering dan membosankan, jelas jauh lebih solid dan meyakinkan. Tak seperti Rusman yang tampak lugu, nurut, dan spontan, ketenangan Suryamin mampu meredam tembakan sinar kamera sekaligus berondongan peluru pertanyaan yang dikokang wartawan.

Mungkin itu sebabnya, untuk seorang birokrat senior, lagak lagu Suryamin saat menjadi bintang iklan Susenas 2013 pun tak terlalu kaku. Dia juga bisa mengimbangi Andre dan Sule, dua komedian papan atas di Tanah Air, dalam salah satu episode talkshow yang disponsori BPS juga untuk sosialisasi Susenas itu.

Karena itu, tak ada yang mengejutkan ketika awal pekan lalu Suryamin memuji keberhasilan otoritas fiskal dan moneter menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok hingga laju inflasi bulanan Juli terkendali di bawah 1%. Apa yang diungkapkan Suryamin benar belaka. Pemerintah memang bekerja.

Koordinasi yang dilakukan baik di internal pemerintah maupun antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah sedemikian rupa menjaga stabilitas harga-harga. Hal ini tentu layak diapresiasi. Bayangkan jika para pejabat BI memilih tidur pulas dan para dirjen atau menteri malah sibuk berpolitik sendiri.

Tapi agaknya Suryamin melupakan satu hal. Keberhasilan pemerintah tentu bukan satu-satunya penyebab terkendalinya inflasi. Apalagi, pada titik ini pun kita masih bisa berdebat, mengingat dari sekian banyak komoditas yang diperdagangkan, hanya beras yang harganya bisa langsung dikendalikan pemerintah.

Jangan-jangan ada faktor lain yang berperan lebih besar dari sekadar koordinasi pemerintah yang sudah jadi pekerjaan rutin itu. Ada faktor lain yang diam-diam mengondisikan terkendalinya laju inflasi. Sebuah faktor lain, yang juga telah terkonfirmasi oleh hampir seluruh data terkini baik dari BPS maupun BI.

Di sinilah kemudian, pernyataan Menko Perekonomian Chairul Tanjung tak lama setelah pengumuman inflasi itu terlihat sebagai koreksi. Chairul mengakui, selain keberhasilan pemerintah, terkendalinya laju inflasi juga diakibatkan kebijakan pengetatan moneter dan fiskal serta membaiknya moralitas pedagang.

Mungkin baik kita singkirkan dulu faktor membaiknya moralitas pedagang—yang diuraikan Chairul dengan kalimat ‘tidak lagi mengambil margin laba yang terlalu besar’. Kita tidak tahu persis data statistik apa gerangan yang dipakai Chairul untuk menyandarkan argumentasinya itu.

Yang pasti, Chairul melihat, kebijakan pengetatan ikut bekerja menahan laju inflasi, hingga dalam 7 bulan ini baru mencapai 2,94% dari target setahun 5,3%. Barangkali karena itu, sama halnya seperti Suryamin, Chairul menyampaikan terkendalinya inflasi itu dengan nada dasar bahagia. “Alhamdulillaah..,” katanya.

Namun, bahagia atau sedih dalam konteks ini tentu bukan urusan personal. Di sini kita berhak bertanya, bagaimana bisa Chairul mengucap Alhamdulillah sementara dia mengakui daya beli masyarakat menurun akibat kebijakan pengetatan moneter dan fiskal? Bukannya seharusnya dia mengucap Innalillah?

Memang, pada zaman Pak Harto dulu, inflasi identik dengan pemiskinan, Innalillaah. Tapi di Amerika atau Eropa hari ini, inflasi berarti Alhamdulillah karena merefleksikan kenaikan daya beli. Bagaimana jika di Indonesia kini, ketimbang koordinasi, pengetatan yang menggerus daya beli itulah yang lebih dominan mengendalikan inflasi?

Tentu saja itu bukan pertanyaan remeh. Ketepatan dalam mengidentifikasi penyebab inflasi adalah langkah awal yang menentukan tepat tidaknya respons dan rumusan pengelolaan makro yang diputuskan para pengambil kebijakan.

Suryamin dan Chairul mungkin termasuk pejabat jujur. Keduanya hanya perlu lebih cermat dan hati-hati. Warga berhak atas informasi sahih, yang bisa jadi referensi pengambilan keputusan ekonomi. Jujur harus berarti utuh menyampaikan fakta tanpa mengaburkan. Dan kepentingan untuk itu harus didahulukan.

Rusman, birokrat yang tampak polos itu memang tak semeyakinkan Suryamin, apalagi Chairul, mogul media yang dihormati itu. Tapi pernah suatu kali BPS agak terlambat menyampaikan data statistik awal bulan dari jadwal rutin pukul 13.30. Hal kecil saja sebenarnya. Tapi kalimatnya tak mudah dilupakan.

Sebuah kalimat yang membuat beberapa wartawan yang biasa cengar-cengir menyiapkan pertanyaan menjebak sontak terdiam. “Data BPS ini milik publik. Dibiayai oleh dana dari publik. Undang-undang memerintahkan kami untuk segera menyampaikan data-data ini ke publik. Mohon maaf kami terlambat.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Bastanul Siregar
Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper