Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI: Transaksi Berjalan Kuartal III/2014 Defisit US$8 Miliar

Bank Indonesia memproyeksi transaksi berjalan kuartal III/2014 defisit US$8 miliar atau 3,8% terhadap produk domestik bruto.
 Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.comJAKARTA – Bank Indonesia memproyeksi transaksi berjalan kuartal III/2014 defisit US$8 miliar atau 3,8% terhadap produk domestik bruto.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan berjalannya kembali ekspor konsentrat mineral setelah kebijakan pengurangan bea keluar digulirkan, menjadi pendorong utama penyempitan defisit setelah kuartal II/2014 mencapai US$9,1 miliar atau 4,3% terhadap PDB.

Proyeksi itu juga lebih baik dari realisasi periode sama tahun lalu yang defisit US$8,5 miliar meskipun dari segi rasio terhadap PDB sama besar.  

“Memang triwulan III tidak akan turun drastis. Nanti di triwulan IV akan turun lebih dalam,” katanya, Rabu (27/8/2014).

Penurunan defisit itu juga karena koreksi impor nonmigas seiring perlambatan produksi pada paruh kedua tahun ini. Di samping itu, repatriasi laba perusahaan penanaman modal asing (PMA) tidak lagi sederas kuartal sebelumnya.

Perry mengatakan secara keseluruhan tahun ini, transaksi berjalan akan defisit US$27 miliar atau 3,2% terhadap PDB. Tahun lalu, defisit transaksi berjalan mencapai US$28,5 miliar atau 3,3% terhadap PDB.

Kendati tidak membaik signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Perry menuturkan investor tidak lagi menganggap Indonesia ‘rentan’.

Perry, yang bergabung dengan pemerintah melakukan roadshow sukuk global ke Timur Tengah pekan lalu, mengatakan investor mengapresiasi usaha yang dilakukan BI dan pemerintah RI meredakan turbulensi ekonomi tahun lalu, seperti kebijakan stabilitas di atas pertumbuhan dan pengetatan moneter.

“Mereka yakin ini kondisinya jauh lebih baik daripada saat-saat kita hadapi tapering yang lalu dan juga dalam konteks transisi pemerintahan itu berjalan smooth. Saya kira mereka confident,” ujarnya.

Tahun lalu, Indonesia masuk ke dalam kelompok ‘Lima Negara Rentan’ alias ‘the Fragile Five’ bersama India, Turki, Afrika Selatan, dan Brasil. Istilah itu diperkenalkan oleh bank investasi Morgan Stanley untuk menunjuk defisit fiskal dan transaksi berjalan di lima negara itu yang membuat mata uang negara bersangkutan rentan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper