Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setoran Dividen Melonjak, Emiten BUMN Terjepit

Setoran pendapatan dari bagian laba badan usaha milik negara (BUMN) yang meningkat mengakibatkan perusahaan pelat merah terjepit.
PT Semen Indonesia/Antara
PT Semen Indonesia/Antara

Bisnis.com, JAKARTA--Setoran pendapatan dari bagian laba badan usaha milik negara (BUMN) yang meningkat mengakibatkan perusahaan pelat merah terjepit.

Desmon Silitonga, Analis PT Millenium Danatama Asset Management, mengatakan kesulitan yang dihadapi perusahaam BUMN terutama ketika didorong untuk ekspansi tetapi pada saat yang sama setoran laba dinaikkan.

"Satu sisi pemerintah mendorong ekspansi, pasti butuh modal tapi Pemerintah enggak punya duit. Jadi minta menggunakan instrumen pasar modal, right issue juga enggak bisa karena saham pemerintah akan terdilusi," ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (10/9/2014).

Menurutnya, dividen BUMN merupakan salah satu penerimaan negara bukan pajak. Besaran rasio pembayaran dividen perusahaan-perusahaan BUMN yang tengah berencana mengembangkan usaha, sebaiknya tidak terlalu tinggi.

Dia mencontohkan, dividend payout ratio PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. yang dinaikkan menjadi 70% dari sebelumnya 45% dinilai terlalu tinggi. Emiten berkode saham SMGR ini tengah berencana ekspansi ke sejumlah negara seperti Vietnam, Myanmar dan Bangladesh.

Jika peningkatan dividend payout ratio itu tidak terlampau tinggi rata-rata sekitar 5%, hal itu dinilai masih masuk akal. Dia menilai, setoran dari laba BUMN bisa dilakukan penghitungan ulang.

Sementara itu, dari sektor BUMN perbankan, Desmon menilai peningkatan setoran dividen juga membuat emiten pelat merah sulit bergerak. Terlebih bank-bank BUMN juga harus menghadapi pasar bebas Asean yang akan segera berlaku.

Pemerintah, sambungnya, ingin mendorong bank BUMN bersaing secara regional. Persaingan itu dipastikan membutuhkan permodalan yang cukup besar.

"Sumber pendanaan kalo tidak dari laba di tahan, dari pasar modal. Perbankan jangan dibebani juga, saya kira untuk perbankan jangan terlalu besar, kalau 20% masih oke," paparnya.

Likuiditas yang tengah dihadapi sektor perbankan, dinilai juga menjadi beban tersendiri bagi 4 bank BUMN. Begitu pula keinginan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang meminta untuk mengerem laju kredit.

Di sisi lain, sumber pendanaan dari pasar modal dinilai masih belum menentu. Pada tahun depan, pasar obligasi bakal terpengaruh oleh kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper