Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerimaan PPN Berisiko Tertekan

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai kebijakan insentif fiskal bagi industri galangan kapal berpotensi menekan penerimaan pajak apabila pemberian insentif tidak tepat sasaran
Bisnis.com, JAKARTA—Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai kebijakan insentif fiskal bagi industri galangan kapal berpotensi menekan penerimaan pajak apabila pemberian insentif tidak tepat sasaran
 
Kepala BKF Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan kebijakan insentif fiskal memerlukan proses kajian yang cukup panjang.
 
Hal itu dikarenakan adanya insentif fiskal dipastikan mengorbankan penerimaan negara dari pajak.
 
“Tetapi ingat, saya tidak bilang insentif pajak itu tidak perlu, hanya saja harus lebih selektif dan jelas.
 
Misalnya, pelaku usaha itu sifatnya kecil, seperti UMKM atau yang sifatnya itu sangat strategis bagi perekonomian kita,” katanya baru-baru ini.
 
Andin berpendapat dukungan pemerintah bagi iklim usaha agar lebih berdaya saing dapat melalui belanja pemerintah.
 
Selain tidak mengorbankan penerimaan pajak, belanja pemerintah, seperti penyediaan infrastruktur dan lain sebagainya mampu lebih tepat sasaran.
 
Menurutnya, kebijakan insentif fiskal yang mengurangi penerimaan negara harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah, terutama BKF.
 
Oleh karena itu, BKF memerlukan jaminan jika kebijakan insentif fiskal, secara pasti mendorong perkembangan usaha.
 
“Jadi memang best practice untuk kebijakan insentif pajak itu harus betul-betul berdampak lebih besar. Jangan sedikit-sedikit kasih insentif ini itu. Kalau ini terjadi terus, ini bisa menggerogoti sistem perpajakan kita.
 
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2004-2013, realisasi penerimaan pajak sejak 2004 hingga 2013 mencapai Rp4.989 triliun, atau 95% dari target penerimaan pajak dalam periode yang sama sebesar Rp5.241 triliun.
 
Selama 10 tahun terakhir, pemerintahan dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya mampu merealisasikan target penerimaan pajak sebanyak tiga periode antara lain 2004, 2005 dan 2008.
 
Tren tidak tercapainya target penerimaan pajak secara berturut-turut mulai terlihat sejak 2009 di masa kepemimpinan Dirjen Pajak Moch Tjiptardjo periode 2009-2011 dan Dirjen Pajak Fuad Rahmany periode 2011-2014.
 
Kendati demikian, Andin menegaskan tidak menutup kemungkinan pemberian insentif fiskal bagi industri kapal apabila memang dapat mendukung iklim usaha menjadi lebih kompetitif, produktivitas industri meningkat, hingga multiplier effect yang dihasilkan lebih besar.
 
Seperti diketahui, pelaku usaha industri kapal meminta pemerintah membebaskan PPN sebesar 10% dan bea masuk impor komponen sebesar 15%. Mereka meyakini kelonggaran fiskal bakal membuat biaya produksi kapal lebih kompetitif.
 
Senada dengan pelaku usaha, Kementerian Perindustrian menilai kapal buatan Indonesia masih kalah kompetitif dibandingkan dengan kapal impor. Hal itu dikarenakan adanya pengenaan PPN dan bea masuk terhadap impor komponen kapal.
 
Alhasil, investasi di industri galangan kapal selama ini jarang terealisasi atau sebatas minat saja. Oleh karena itu, Kemenperin mendukung pembebasan pajak agar dibebaskan sampai ke komponen, dan bea masuk ditanggung pemerintah untuk komponen.
 
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai pemberian kelonggaran fiskal bagi sektor tertentu seharusnya diselaraskan dengan visi dan misi dari pemerintahan itu sendiri.
 
“Kalau misalnya pemerintah memprioritaskan sektor tertentu. Ya sudah firm dengan insentif itu apapun resikonya. Menurut saya ini pas kalau industri galangan kapal menuntut fasilitas itu, apalagi pemerintah baru memang fokus membangun tol laut,” katanya.
 
Yustinus menilai pemberian insentif fiskal dari perpajakan memang akan mengurangi penerimaan pajak. Kendati demikian, ruang bagi pemerintah meningkatkan penerimaan pajak masih terbilang sangat besar mengingat banyaknya wajib pajak potensial yang belum menyetor pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper