Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek the Fed Bisa Dimitigas dengan 2 Cara Ini

Meski tak dapat dihindari, potensi pembalikan dana akibat normalisasi kebijakan moneter Federal Reserve (the Fed) bisa dimitigasi dengan dua langkah utama.
Bisnis.com, JAKARTA--Meski tak dapat dihindari, potensi pembalikan dana akibat normalisasi kebijakan moneter Federal Reserve (the Fed) bisa dimitigasi dengan dua langkah utama.
 
Profesor bidang sistem finansial internasional dari Harvard Kennedy School Amerika Serikat Carmen Reinhart mengatakan langkah the Fed memang bisa menjadi kerikil bagi Indonesia.
 
"Indonesia masih sangat positif, tetapi dalam jangka waktu menengah harus bersiap menghadapi air yang bergelombang," katanya dalam Seminar Internasional Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Selasa (23/9/2014).
 
Menurut Reinhart, paling tidak ada 2 hal yang bisa dilakukan otoritas fiskal dan moneter untuk mengurangi dampak kenaikan suku bunga the Fed tahun depan.
 
Pertama, mengurangi ketergantungan terhadap utang atau pembiayaan eksternal. Ketergantungan yang besar terhadap dana dari luar negeri, kata Reinhart, akan membuat perekonomian domestik lebih rentan terhadap kemungkinan pembalikan dana.
 
Terkait hal itu, dalam kesempatan yang sama Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengungkapkan pemerintah telah melakukan langkah tersebut melalui pengurangan defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015.
 
Dalam postur sementara RAPBN 2015 yang disepakati defisit turun dari 2,32% terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,21% PDB.
 
"Jadi artinya kelebihan pembiayaan defisit berkurang. Kalau misalnya pemerintahan Jokowi-JK memotong subsidi BBM, akan lebih kecil lagi defisitnya," ungkapnya.
 
Selama ini, pembiayaan defisit anggaran memang tergantung pada utang luar negeri terutama dari utang melalui penerbitan surat berharga negara (SBN). Dalam postur sementara itu pun tercantum pengurangan SBN neto senilai Rp27,9 triliun.
 
Reinhart menambahkan, termasuk dalam poin ini adalah mengurangi porsi utang luar negeri (ULN) swasta. Terkait hal tersebut, Bank Indonesia (BI) tengah menggodok beleid tentang rasio liabilitas valuta asing (valas) terhadap aset valas untuk korporasi swasta.
 
Hal ini untuk memastikan ULN swasta tidak mengganggu kestabilan perekonomian nasional, terutama pengaruhnya terhadap volatilitas nilai tukar dan defisit.
 
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung enggan mengatakan kapan kebijakan itu dikeluarkan. "Belum [selesai], sebentar lagi, tunggu saja," ucapnya.
 
Langkah kedua, adalah memperbesar porsi domestik dalam portofolio pasar finansial. Chatib mengakui, saat ini minat investor asing terhadap instrumen investasi di Indonesia, terutama obligasi, sangat besar.
 
Bahkan, angka kepemilikan asing melambung hingga melebihi 37% dan menjadi komposisi kepemilikan asing terbesar sepanjang sejarah.
 
Otoritas keuangan memang sudah berulang kali menekankan perlunya diversifikasi dalam kepemilikan obligasi, terutama mendorong investor domestik agar lebih mudah memitigasi saat the Fed benar-benar menaikkan suku bunganya.
 
Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan menaruh dana haji di pasar SBN. Meski tak merinci nilai yang sudah diinvestasikan dana haji, Chatib mengatakan pada tahun 2020 potensi nilai dana kelolaan haji bisa menembus Rp150 triliun.
 
Selain dana haji, langkah serupa juga dilakukan oleh dana di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
 
Terlepas dari dua langkah tersebut, Reinhart menekankan Indonesia harus melepaskan diri dari masalah utama, yaitu defisit neraca transaksi berjalan demi menjaga stabilitas ekonomi.
 
Reinhart mengungkapkan, Indonesia memang harus memilih antara menjaga stabilitas atau menggenjot pertumbuhan ekonomi. Pasalnya stabilitas itu harus dijaga dengan kebijakan moneter yang ketat. Salah satunya adalah menjaga suku bunga di level 7,5%.
 
"Tanpa stabilitas, kita tidak akan bisa menikmati pertumbuhan," pungkasnya.
 
Pekan lalu Gubernur the Fed Janet Yellen memastikan Fed interest rate akan ada di posisi 1,375% pada akhir tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper