Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUBSIDI BBM: Pemerintahan Jokowi-JK Perlu Skema Baru

Pemerintah baru dinilai perlu melakukan perubahan skema subsidi bahan bakar minyak karena kenaikan harga tidak serta merta menjamin adanya keberlanjutan kesehatan fiskal dalam jangka panjang

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah baru dinilai perlu melakukan perubahan skema subsidi bahan bakar minyak karena kenaikan harga tidak serta merta menjamin adanya keberlanjutan kesehatan fiskal dalam jangka panjang.

Ekonom Institut Pertanian Bogor Iman Sugema mengatakan pemerintah saat ini mengadopsi skema yang berisiko tinggi karena bergantung pada harga minyak dunia yang cenderung mengalami tren peningkatan, volatilitas nilai tukar rupiah, dan peningkatan kuota tiap tahunnya.

Dengan skema harga tetap akibatnya jadi sulit untuk menebak beban subsidi BBM. Skema ini tidak cocok dengan upaya penurunan beban subsidi BBM, ujarnya ketika menjadi pembicara dalam seminar bertajuk Mencari Harga BBM yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia di Auditorium Kwik Kian Gie School of Business, Rabu (24/9/2014).

Dengan skema tersebut, ekonom Megawati Institute ini mengungkapkan kenaikan harga BBM bersubsidi pada 2013 pun tidak bisa menurunkan beban subisidi di tahun 2014. Pada 2013 konsumsi BBM 46,4 juta kilo liter dengan total nilai Rp210 triliun. Sementara pada 2014, dengan patokan 46 juta kl, beban subsidi bertambah menjadi Rp246,5 triliun.

Iman mengatakan dua perubahan skema subsidi BBM, yakni pertama, skema subsidi per liter tetap yang mengisyaratkan harga patokan seluruhnya ditanggung konsumen sehingga besaran beban subsidi dapat pasti. Skema ini, lanjutnya, dapat menjamin stabilitas APBN. Namun, profil inflasi yang terlalu tinggi karena adanya tekanan global berpotensi melemahkan daya beli dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam skenario yang dilakukan Bank Indonesia sebelumnya, kenaikan harga BBM bersubsidi Rp3000/liter pada 1 November 2014 akan berdampak pada melesatnya tingkat inflasi sebesar 9%. Dengan hitungan tingkat inflasi di level 5,32% jika tidak ada kenaikan harga BBM bersubdisi, berarti, tiap kenaikan Rp1.000/ liter akan mengerek inflasi sekitar 1,22%.

Skema kedua, yakni dengan subsidi proporsional dengan menjadikan subsidi sebagai proporsi dari harga patokan. Relawan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini mengklaim skema ini merupakan jalan tengah karena kesejahteraan rakyat maupun APBN dapat dijaga dalam batas aman.

Dia mencontohkan jika melakukan penghematan subsidi Rp1.000/liter, maka proporsi subsidi premium diturunkan menjadi 0,27 dan solar 0,39. Dengan skema subsidi proporsional, sambungnya, volatilitas harga yang dihadapi rakyat tidak akan seburuk pada skema subsidi per liter.

Pada saat harga dunia dan nilai tukar stabil, maka penargetan nilai subsidi lebih bisa dipastikan. Pada saat harga dunia atau nilai tukar terlalu tinggi, maka perhatian dapat difokuskan pada pengurangan efek inflasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper