Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tantangan Ekonomi Saat Normalisasi Kebijakan Moneter AS

Sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah baru untuk lebih cermat menentukan prioritas antara stabilitas atau pertumbuhan ekonomi di tengah prospek normalisasi kebijakan moneter AS dan defisit neraca transaksi berjalan yang masih lebar.
 Ilustrasi/
Ilustrasi/

Bisnis.com, JAKARTA— Sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah baru untuk lebih cermat menentukan prioritas antara stabilitas atau pertumbuhan ekonomi di tengah prospek normalisasi kebijakan moneter AS dan defisit neraca transaksi berjalan yang masih lebar.

“Stabilitas makro adalah ingredient untuk growth dalam jangka panjang. Kita harus jaga stabilitas makro. Tanpa stabilitas makro bisa tumbuh tapi temporer,” ungkap Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II M. Chatib Basri.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 menetapkan asumsi pertumbuhan sebesar 5,8%. Angka itu diusulkan oleh Fraksi PDI-Perjuangan saat rapat pembahasan Rancangan APBN 2015 dan lebih tinggi dibandingkan usulan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono sebesar 5,6%.

Senada, Kepala Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai pilihan ini memang dilematis. Indonesia masih menghadapi permasalahan fundamental ekonomi sekaligus pengetatan likuiditas global. Untuk mengatasinya dan meminimalisasi dampaknya, otoritas moneter masih perlu mempertahankan kebijakan uang ketat.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) pun pernah menyatakan akan mengurangi dosis kebijakan moneter jika defisit neraca transaksi berjalan sudah di level 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Padahal, tahun ini defisit masih diproyeksikan pada kisaran 3,1% dan 2,9% pada 2015.

“Kalau dipaksakan ke 5,8% ibaratnya kita mau ngegas tapi fundamentalnya belum siap. Kita enggak mau pertumbuhan yang seperti roller coaster. Tinggi tahun depan, tapi 2016 turun,” kata Lana, Senin (20/10/2014).

Peneliti dari Universitas Indonesia Athor Subroto bahkan menilai BI berpotensi menaikkan suku bunga acuannya tahun depan demi mempertahankan stabilitas pasar keuangan dari hantaman kenaikan Fed funds rate Bank Sentral AS, Federal Reserve (the Fed). “Kita lebih baik defend dulu,” ucapnya.

Terlebih defisit neraca perdagangan menjadi salah satu perhatian utama pelaku pasar untuk menakar prospek investasi dan stabilitas perekonomian dalam negeri. Defisit yang tinggi dan bergejolak ditangkap sebagai sinyal negatif oleh pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper