Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspadai Investasi Baru Bermuatan Impor

Pemerintah diminta hati-hati memilih jenis investasi asing yang masuk mengingat peningkatan investasi asing selama ini, selalu diikuti kenaikan dari nilai impor, sehingga kian menekan neraca transaksi berjalan.
Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah diminta hati-hati memilih jenis investasi asing yang masuk mengingat peningkatan investasi asing selama ini, selalu diikuti kenaikan dari nilai impor, sehingga kian menekan neraca transaksi berjalan.
 
Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Lana Sulistyaningsih mengatakan investasi memang dibutuhkan Indonesia untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, pemerintah lebih baik memilah-milah investasi asing agar tidak menimbulkan persoalan lainnya.
 
“Kita ini kan masih punya masalah struktural perekonomian yang belum diberesin, dimana ketergantungan kita terhadap impor masih sangat tinggi. Dengan ekspor kita yang belum membaik, mau seberapa besar lagi defisit transaksi berjalannya,” ujarnya, Senin (17/11/2014).
 
Seperti diketahui, survei PricewaterhouseCoopers (PwC) terhadap sejumlah 635 CEO dari 21 ekonomi APEC selama Juni-Agustus 2014 mengungkapkan sebanyak 57% dari pelaku bisnis meyakini investasi di Indonesia akan menguat dalam setahun mendatang.
 
Melihat potensi itu, Presiden Joko Widodo memanfaatkan setiap kesempatan untuk 'berjualan'. Bahkan, Jokowi getol mendekati beberapa raksasa ekonomi di sela-sela forum CEO Summit guna menggaet lebih banyak pemodal untuk proyek infrastrukturnya.
 
Hasilnya, beberapa pengusaha mulai tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Misalnya, pengusaha asal Tiongkok siap merealisasikan investasi sebesar US$32 miliar di Indonesia. Adapun, pengusaha Rusia berencana investasi sebesar US$1,5 miliar.
 
Lana menjelaskan rencana investasi dari sejumlah negara asing merupakan sentimen positif bagi perekonomian Indonesia ke depan. Meski demikian, investasi asing berpotensi kian mengerek nilai impor, sekaligus berdampak terhadap neraca transaksi berjalan.
 
“Persoalannya ketika investasi masuk, konsekkuensinya impor juga bakal terkerek. Mereka bawa barang modal dari luar, karena industri barang antara, dan industri barang modal kita juga belum siap. Sementara, ekspor kita juga belum begitu baik,” jelasnya.
 
Berdasarkan Badan Pusat Statistik, nilai impor Juli-September 2014 mencapai US$44,42 miliar. Dari realisasi tersebut, sebesar 76% atau US$33,75 miliar, merupakan bahan baku/penolong. Sedangkan, belanja modal sebesar 16% atau US$7,10 miliar.
 
Sementara pada periode yang sama, nilai investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) Juli-September 2014 naik 6,9% menjadi US$7,46 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya US$6,98 miliar.
 
“Saya kira lebih baik investasi itu diarahkan untuk sektor-sektor perantara dan hulu. Ini yang dikasih insentif, untuk bisa dibangun dulu. Jadi jangan agresif terhadap investasi yang berbasis market atau hilir,” ujar Lana.
 
Dia mengaku investasi yang diarahkan ke sektor hulu dan perantara tersebut, besar kemungkinan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dalam 2-3 tahun ke depan sulit didorong hingga 6%. Meski begitu, dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menjadi lebih mudah dicapai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper