Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI PERBANKAN: Tumbuh Pakai Utang

Terbatasnya likuiditas di dalam negeri, membuat industri perbankan akan mencari pendanaan dari luar negeri untuk menjaga ekspansi.
 Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Terbatasnya likuiditas di dalam negeri, membuat industri perbankan akan mencari pendanaan dari luar negeri untuk menjaga ekspansi.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengungkapkan jika bank ingin tumbuh di atas 15% pada tahun depan, maka utang luar negeri bank harus meningkat. Dengan adanya risiko di global, lanjutnya, perbankan harus lebih berhati-hati dalam mengelola utang.

"Dana di dalam negeri terbatas, kalau bankmau tumbuh di atas 15%, ULN bank harus meningkat," ungkapnya baru-baru ini.

Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksi pertumbuhan fungsi intermediasi indutri perbankan berkisar 15%--17% pada tahun depan. Mirza menuturkan jika Indonesia ingin menargetkan pertumbuhan ekonomi yang cenderung tinggi, maka dana untuk tumbuh harus berasal dari luar negeri.

Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia yang dirilis BI, total ULN industri perbankan hingga September 2014 mencapai US$30,58 miliar, tumbuh 33,18% dari posisi US$22,96 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Seperti diketahui, pertumbuhan pinjaman dana dari luar negeri melonjak US$24,46 miliar hingga akhir 2013, hanya tumbuh 6,3%. Sedangkan pada tahun ini, secara year on year sampai kuartal III/2014  sudah melejit hingga 30%.

Untuk tetap melakukan ekspansi, Mirza mengatakan, industri perbankan bisa menerbitkan surat utang  (obligasi) maka hal tersebut juga disebut utang.  Dia menyarankan agar perbankan dalam negeri mengelola likuiditas sebab loan to deposit ratio (LDR) yang sudah mencapai 88,93% pada September 2014.

Pada Juni 2014, LDR industri perbankan pernah mencapai 92,19%. Angka tersebut merupakan titik tertinggi sepanjang tahun ini. Mirza menambahkan selain likuiditas yang terbatas, ada juga bank memiliki batas maksimum pemberian kredit (BMPK)  yang sudah mentok. Adapun BMPK mencapai 20% dari modal.

Mirza menyarankan kepada bank-bank yang BMPK sudah mentok, harus segera meningkatkan permodalan. Menurutnya, untuk meningkatkan modal, maka perbankan bisa melakukan rights issue, meminta suntikan dari pemegang saham atau melakukan penawaran umum saham perdana di Bursa Efek Indonesia.

Sementara itu, untuk saham-saham yang telah listing di BEI, katanya, pemegang saham yang besar masih dominan dari asing. Menurutnya, industri perbankan masih membutuhkan dana asing, akan tetapi perlu dikelola dengan baik.

Dalam kesempatan terpisah, Ekonom PT Bank Internasional Indonesia Tbk Juniman mengungkapkan kebutuhan perusahaan untuk ekspansi yang menyebabkan korporasi mencari pinjaman di luar negeri. Menurutnya, bunga pinjaman utang yang masih rendah menjadi salah satu faktor pemicu meningkatkannya utang luar negeri.

Namun, yang perlu diwaspadai jika the Fed menaikan Fed Rate, Juniman menilai, jika hal tersebut terjadi maka debitur harus memperhitungkan risiko tersebut, sebab dominan utang luar negeri Indonesia dalam bentuk dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper