Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Terjangkar, Ekonom Nilai BI Rate Tak Perlu Naik

Ekonom menilai Bank Indonesia (BI) tak perlu menambah dosis moneternya mengingat proyeksi inflasi Desember ada di rentang 2,17%-2,2%, sehingga inflasi masih terjangkar pada level 7,7%-8,1%.
 Bank Indonesia
Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA—Ekonom menilai Bank Indonesia (BI) tak perlu menambah dosis moneternya mengingat proyeksi inflasi Desember ada di rentang 2,17%-2,2%, sehingga inflasi masih terjangkar pada level 7,7%-8,1%.

“Survei di minggu pertama Desember 2,02% dan kecenderungan naik di minggu-minggu berikutnya,” kata Deputi Gubernur BI Hendar di Kompleks Perkantoran BI, Rabu (10/12/2014).

Proyeksi nilai inflasi Desember itu akan di luar kebiasaan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rerata tingkat inflasi Desember dalam 10 tahun terakhir adalah 0,62%. Adapun sepanjang November 2014 BPS mencatat inflasi mencapai 1,5%. Dengan demikian inflasi Januari-November sebesar 6,23%.

Hendar menambahkan, berdasarkan kalkulasi BI bulan Desember akan menjadi puncak inflasi akibat kenaikan BBM. Setelah itu, pada Januari 2015 dampak kenaikan BBM hanya akan menyumbang sekitar 10% terhadap inflasi bulan itu.

Terpisah, Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Ryan Kiryanto mengatakan prediksi itu sejalan dengan kondisi kekinian. Menurutnya, paling tidak ada 2 faktor yang memicu melejitnya inflasi Desember.

Pertama, efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dampak puncaknya dirasakan pada bulan ini dan kedua kenaikan konsumsi masyarakat jelang natal dan tahun baru. Dia bahkan menilai inflasi di akhir tahun secara year on year berkisar pada 7,2%-7,3%.

“Maka BI tidak harus menaikkan BI rate yang sudah ada di level 7,75%,” ungkapnya. Bulan lalu, sehari setelah pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM sebesar Rp2.000 per liter BI langsung menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 7,5%.

Segera setelah kenaikan tersebut pengusaha mengeluh tentang biaya yang kian mahal. Demikian pula dengan ekonom yang menilai sikap otoritas moneter itu terlalu terburu-buru dan reaktif. Padahal kebijakan ‘stabilitas di atas pertumbuhan’ yang diambil setahun ke belakang sudah cukup mengerem pertumbuhan.

Sebelumnya, ekonom J.P. Morgan Jahangir Aziz memprediksi BI berpotensi menurunkan suku bunganya pascasemester I/2015.

Dalam kacamatanya, BI akan mengobservasi dampak kenaikan BBM pada perekonomian secara fundamental. “Kalau semuanya baik, bisa jadi akan melonggarkan kebijakan moneternya,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper