Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONSOLIDASI PERBANKAN: Jurus Senen ala OJK

Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Lapangan Banteng memang tak jauh dari Pasar Senen. Keduanya memang tidak berhubungan karena OJK memang tidak mengawasi Pasar Senen. Namun dari sana lah mungkin ada sedikit inspirasi dari cara lae-lae menjual baju bekas biar cepat laris, jual banyak biar cepat laku.

Bisnis.com, Jakarta-- Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Lapangan Banteng memang tak jauh dari Pasar Senen. Keduanya memang tidak berhubungan karena OJK memang tidak mengawasi Pasar Senen. Namun  dari sana lah mungkin ada sedikit inspirasi dari cara lae-lae menjual baju bekas biar cepat laris, jual banyak biar cepat laku.

Kalangan industri perbankan sudah mafhum, jumlah bank di Indonesia terlalu banyak. Sudah mah banyak, senjang pula antara satu bank dengan bank lain. Bayangkan, dari jumlah 118 bank, 56 bank cuma punya modal di bawah Rp100 miliar. Sementara itu, ada 4 bank yang modalnya di atas Rp30 triliun. Sisanya bermodal Rp1 triliun - Rp30 triliun.

Regulator, sejak zaman Bank Indonesia memegang wewenang pengawasan bank telah berupaya mengurangi jumlah bank. Bahkan, dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sudah ada arahan, jumlah bank yang ideal antara 35-58 bank saja. 

OJK, kini sedang menyusun Master Plan Perbankan Indonesia. Isinya antara lain menyangkut jumlah bank juga. Sadar bahwa cara biasa ternyata tak mendatangkan hasil yang banyak. OJK kini punya jurus baru. 

Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, mengatakan investor bisa memilki bank lebih dari 40% dengan syarat mengakuisisi lebih dari satu bank. "Kalau investor asing harus ambil dua," ungkapnya. Investor juga diberikan waktu sepuluh tahun untuk menyehatkan bank yang diakuisisi.

Memang, OJK tidak berniat menjual bank karena memang toh tidak punya saham bank. Tapi, sebagai regulator, taktik "harus ambil dua" bagi investor yang ingin mengakuisisi bank tak ubahnya cara pedagang menawarkan dagangannya ; "Harus ambil dua biar dapat harga segitu".

Sejak 2012, kepemilikan saham perbankan memang dibatasi menjadi 40% meski PP No 29 Tahun 1999 yang membolehkan pemilikan saham hingga 99% masih berlaku. OJK mewarisi sejumlah aturan yang dibuat oleh BI untuk mendorong perbankan melakukan merger antara lain dengan ketentuan Pemilikan Tunggal Perbankan.

"Korban" pertama dari aturan ini adalah Bank Niaga dan Bank Lippo. Keduanya kini melebur menjadi CIMB Niaga karena pemegang saham pengendalinya sama, Khazanah Nasional Bhd Malaysia. 

Kemudian, dua bank raksasa asal Korea Selatan, yakni Hana Financial Group dan Woori Financial Group juga menggabungkan anak-anak usahanya di Indonesia. Pertama, Bank KEB Indonesia melebur dengan Bank Hana menjadi Bank KEB Hana pada 2014.

Kedua, Bank Woori Indonesia melebur dengan Bank Saudara awal 2015 setelah induk Bank Woori Indonesia mengakuisisi 66,65% saham bank milik Medco Group tersebut.

Di luar itu, ada juga yang merger secara sukarela. Skema ini ditempuh bank yang sahamnya dikendalikan investor asal Singapura, yakni OCBC NISP dan UOB Indonesia. 

OCBC NISP merupakan gabungan dari Bank NISP dan Bank OCBC Indonesia. Merger dilakukan pada 2010 setelah OCBC mengakuisisi saham Bank NISP secara bertahap hingga porsi 85,1%. Praktis, keluarga Surjaudaja tidak lagi menjadi pemilik mayoritas bank yang sudah berdiri sejak 1941 itu. 

UOB juga menempuh jalan yang sama setelah UOB Investment Private Ltd mengakuisisi saham Bank Buana hingga porsi 99,89%. Alhasil terjadilah merger UOB Indonesia dengan UOB Buana pada 2010 dan bersalin nama menjadi UOB Indonesia pada 2011.

Namun, sejumlah merger bank itu tetap saja membuat jumlah bank tetap banyak, yakni 118 bank hingga saat ini. Bagi OJK, pengawasan bank akan lebih efektif jika jumlah tidak sebanyak itu. 

Dengan taktik "harus beli lebih dari satu" ini, OJK berharap, jumlah bank akan berkurang sepuluh hingga masa jabatan dewan komisioner berakhir pada 2017 mendatang. Peluangnya lumayan besar karena Nelson menyebut, kini ada tujuh bank yang harus melakukan divestasi karena tingkat kesehatannya turun. 

Dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) yang diajukan bank, Nelson mengatakan tujuh bank tersebut tengah mencari mitra strategis yang siap menyuntik modal. "Kita fokus antara bank kecil ini merger dulu," katanya.

Nelson berharap,merger membuat modal bank meningkat. OJK khawatir, mereka akan gulung tikar karena tak sanggup menghadapi persaingan di 2020 mendatang saat industri jasa keuangan memberlakukan pasar bebas. 

Apakah jurus Senen ala OJK ini akan berhasil? Ya kita lihat nanti.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rivki Maulana
Editor : Fahmi Achmad
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper