Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

100 HARI JOKOWI JK: Kebijakan Ekonomi di Antara Nasionalisme dan Sosialisme

Kebijakan makro ekonomi 100 hari pertama pemerintahan Jokowi-JK dinilai positif. Pasalnya, pemerintah menunjukkan komitmen kuat untuk mengalihkan subsidi kepada sektor produktif.
Presiden Joko Widodo (kiri) menerima Meng Jianzhu, utusan khusus Presiden Tiongkok bidang hukum dan politik di Istana Merdeka, Selasa (3/2/2015)./JIBI-Akhirul Anwar
Presiden Joko Widodo (kiri) menerima Meng Jianzhu, utusan khusus Presiden Tiongkok bidang hukum dan politik di Istana Merdeka, Selasa (3/2/2015)./JIBI-Akhirul Anwar

Bisnis.com, JAKARTA--Kebijakan makro ekonomi 100 hari pertama pemerintahan Jokowi-JK dinilai positif. Pasalnya, pemerintah menunjukkan komitmen kuat untukmengalihkan subsidi kepada sektor produktif.

Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi mengatakan salah satu kebijakan yang patut mendapat apresiasi ialah mengalihkan subsidi premium kemudian mengalokasikan anggarannya untuk sektor produktif seperti pertanian, kemaritiman, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan memberikan arah yang kuat untuk pertumbuhan ke arah lebih baik.

Menurutnya, arah kebijakan ekonomi pemerintahan memiliki ciri nasionalisme dan sosialisme. Kebijakan mendorong BUMN melalui PMN, menargetkan swasembada pangan dan menggenjot kinerja sektor kemaritiman merupakan salah satu contoh nasionalisme.
 
Sosialisme nampak dalam arah kebijakan yang menyasar masyarakat banyak seperti kebijakan bidang pendidikan dan kesejahteraan masyarakat memberikan kesan positif kepada masyarakat.

Namun, menurutnya, target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,7% dinilai sangat ambisius dan berat. Hal itu dapat dimaklumi mengingat angka 5,7% merupakan angka kompromistis antara pemerintah dan DPR.
 
“Kami proyeksi sekitar 5,2% dan masih bisa ke 5,5% kalau pemerintah sukses menggenjot sektor infrastruktur,” ujarnya seperti dikutip Bisnis.com, Selasa (3/2/2015).

Selain itu, pemerintahan Jokowi-JK selama 100 hari pertama juga dinilai belum memberikan arah yang jelas untuk industri subsitusi impor.
 
"Yang belum kelihatan itu realisasi kebijakan subsitusi impor. Kalau bisa memindahkan barang modal ke dalam negeri tentu akan memperbaiki defisit," paparnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Thomas Mola
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper