Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Turun Ke Level Teknis Untuk Tekan Inflasi di Bali

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali mulai turun ke level teknis untuk menekan inflasi di Pulau Dewata dengan cara mengembangkan klaster padi dan produksi ternak.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali mulai turun ke level teknis untuk menekan inflasi di Pulau Dewata dengan cara mengembangkan klaster padi dan produksi ternak./JIBI
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali mulai turun ke level teknis untuk menekan inflasi di Pulau Dewata dengan cara mengembangkan klaster padi dan produksi ternak./JIBI
Bisnis.com, DENPASAR--Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali mulai turun ke level teknis untuk menekan inflasi di Pulau Dewata dengan cara mengembangkan klaster padi dan produksi ternak.

Upaya ini dilakukan‎ untuk mendorong peningkatan produksi padi dan komoditas peternakan di Pulau Dewata sehingga‎ pasokan lokal yang selama ini terbatas dapat meningkat. Sebagai proyek percontohan, pengembangan klaster padi akan dilakukan di Gianyar dengan demplot 10-20 Ha di Subak Pulagan. 

Karena potensi beras menyumbang inflasi cukup tinggi, rencananya, program itu akan diterapkan ke Kabupaten Badung, Bangli, Karangasem dan Jembrana agar produksinya berlimpah.‎ Menurut Kepala Kantor Perwakilan BI Bali Dewi Setyowati,‎ tngginya inflasi yang bersumber dari bahan pangan tidak lepas dari keterbatasan pasokan lokal. 

"Meningkatnya pendapatan masyarakat Bali dan terus tumbuhnya arus wisatawan dengan rata-rata pertumbuhan wisman sebesar 11,07% (yoy) selama 3 tahun terakhir, telah mendorong peningkatan konsumsi bahan pangan," ujarnya, Selasa (3/3/2015).

Sayangnya, alih fungsi lahan yang terus berlanjut dan masih belum optimalnya intensifikasi pertanian maupun peternakan di Bali menyebabkan produksi pangan di Bali terbatas, sehingga belum mampu mengimbangi tingginya peningkatan permintaan. Sementara, kenaikan harga komoditas peternakan terutama daging babi, daging ayam dan telur ayam ras didorong oleh masih tingginya harga pakan ternak. 

Dia menjelaskan pada 2013, Bali tercatat mengalami defisit beras sebesar 11.417 ton dan defisit terus meningkat menjadi 36.700 ton pada 2014. Kondisi itu menyebabkan harga beras rentan terhadap serangan spekulan dan sangat sensitif terhadap pergerakan harga beras di luar Bali.

#Pelatihan Budi daya#

‎Sebagai langkah awal mewujudkan rencana itu, BI Bali mengadakan pelatihan budi daya pertania‎n kepada aparat pemerintah daerah, akademisi, perbankan dan tim pendamping serta kelompok petani dan peternak di Subak Pulagan, Desa Tampak Siring, Gianyar. Dalam pelatihan ini, BI Bali mengundang narasumber Nugroho Widiasmadi, ppraktisi pertanian yang meneliti mikroorganisme agresif yang berinang pada tanaman alfalfa dan mengembangkannya menjadi produk pertanian dengan merek Microbacter Alfalfa 11 (MA-11). 

Mikroorganisme itu diklaim mampu menjadi dekomposer yang sangat andal. Pasalnya, semua limbah pertanian yang difermentasi dengan bakteri tersebut akan memiliki kandungan gizi yang melesat jauh dibandingkan sebelumnya. 

Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan petani akan jauh lebih murah dibandingkan dengan membeli pakan pabrikan. Petani dapat memanfaatkan limbah pertanian yang ada menjadi pakan ternak yang gizinya setara dengan pakan pabrikan. 

Tidak hanya pakan, pupuk juga dapat dibuat dengan memfermentasikan tanaman atau kotoran hewan. Padi yang diberi pupuk organik dari hasil fermentasi dengan MA-11, ditemukan tidak mengandung bahan kimia dan bakteri berbahaya sedikit pun. 

Selain itu, Parlan Sibarani, praktisi pola tanam SRI dan terbukti berhasil dalam pengembangan budidaya tanaman padi juga diundang hadir sebagai pemateri.

BI Bali menyebutkan kedua teknik pertanian dari dua praktisi sudah pernah diuji dan berhasil di Pulau Kampai Sumatera Utara, di mana terbukti meningkatkan produktivitas lahan sawah mencapai dua kali lipat, yaitu dari 3-4 ton gabah per Ha menjadi 6,2 ton per Ha.

Diharapkan dengan adanya teknik pertanian ini mampu mendobrak produksi padi dari rata-rata saat ini 5,5-6 ton per Ha berpotensi meningkat menjadi 10 ton per Ha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Feri Kristianto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper