Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejar Setoran, Kemenkeu Cegah Kebocoran restitusi Pajak

Kemenkeu bertekad untuk menekan kebocoran pajak. Utamanya, dari sisi restitusi pajak. Kendati terihat sepele, namun fasilitas pajak ini nilainya cukup besar.
Wapres Jusuf Kalla di sela-sela rapat terbatas membahas nilai tukar rupiah, di Kantor Presiden, Rabu (11/3/2015)./JIBI-Akhirul Anwar
Wapres Jusuf Kalla di sela-sela rapat terbatas membahas nilai tukar rupiah, di Kantor Presiden, Rabu (11/3/2015)./JIBI-Akhirul Anwar

Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Keuangan menegaskan depresiasi rupiah tidak berbahaya bagi pelebaran defisit APBN.

Namun, risiko fiskal lainnya datang dari pencapaian target penerimaan pajak yang mencapai Rp1.484,6 triliun.

Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan depresiasi kurs sebesar 5,7% ke level Rp13.200/US$ tidak mempengaruhi defisit APBN.

Kondisi ini berbeda dengan APBN 2013 dan 2014 saat depresiasi kurs yang disertai kenaikan harga minyak dunia membuat subsidi energi menggelembung dan membuat defisit fiskal melampaui 3%.

"Itu history. Perubahan kurs sekarang ini tidak mempengaruhi budget defisit," kata Bambang, Rabu (11/3).

Risiko yang lain, lanjutnya, pencapaian penerimaan pajak yang dikatrol lebih dari Rp400 triliun dari capaian tahun lalu.

Untuk mencapai target itu, pemerintah akan menempuh upaya extra effort.

Pasalnya, saat ini tax ratio Indonesia hanya sedikit di atas dari 11%, sangat rendah dibandingkan negara tetangga, negara berkembang, bahkan negara maju.

Salah satu upaya yang ditempuh adalah meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak, terutama pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi.

Berdasarkan data Kemenkeu, dari pemilik kerja potensial 45 juta orang, baru 27 juta yang terdaftar sebagai wajib pajak OP, dan baru 10 juta orang yang menyerahkan SPT.

Selain itu, Kemenkeu bertekad untuk menekan kebocoran pajak. Utamanya, dari sisi restitusi pajak. Kendati terihat sepele, namun fasilitas pajak ini nilainya cukup besar.

"Cegah kebocoran dari restitusi fiktif, yang seharusnya tidak dibayarkan pemerintah, tetapi dibayarkan. Itu tidak boleh terjadi. Sistemnya harus dibuat tepat, dalam satu minggu akan keluar restitusi yang harus dibayar, dan diketahui mana restitusi yang fraud," kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper