Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PAJAK UMKM: Kriteria Akan Diperketat

Otoritas pajak akhirnya akan memperketat kriteria pengguna fasilitas tarif PPh final 1% - yang selama ini disebut pajak warteg - hanya untuk wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) baru.
Pengampunan pajak juga berlaku bagi wajib pajak yang melakukan rekayasa pajak/Ilustrasi
Pengampunan pajak juga berlaku bagi wajib pajak yang melakukan rekayasa pajak/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA-- Otoritas pajak akhirnya akan memperketat kriteria pengguna fasilitas tarif PPh final 1% - yang selama ini disebut pajak warteg - hanya untuk wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) baru.

Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan ketentuan yang akan dimasukkan dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.46/2013 itu akan menghilangkan celah tindakan nakal dari WP badan yang selama ini melakukan pemecahan usahanya untuk masuk dalam kriteria pengguna fasilitas tersebut.

"Ini usulan akan diperbaiki. Hanya untuk orang pribadi dan itupun new entry [WP baru]. Tidak untuk perusahaan," ujarnya ketika ditemui di kantornya, Kamis (19/3/2015).

Dalam beleid sebelumnya, WP yang dikenai PPh final termasuk dalam WP yang memiliki kriteria, a.l. pertama, WP orang pribadi atau WP badan tidak termasuk bentuk usaha tetap. Kedua, WP yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

Menurut Sigit, ketentuan PPh final 1% itu pada dasarnya merupakan fasilitas yang diberikan kepada WP untuk memudahkan pencatatan karena belum bisa melakukan pembukuan dengan baik. Walaupun demikian, WP pun sebenarnya bisa menolak fasilitas tersebut. Jika melakukan pembukuan, sambungnya, WP bisa mengkompensasikan untung dan ruginya.

Namun, sayangnya, ada WP yang cenderung memanfaatkan peluang ini untuk tidak patuh. Apalagi, PP No.46/2013 itu berlaku untuk seluruh wajib pajak yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar, bukan diperuntukkan hanya bagi wajib pajak terdaftar baru saja.

Sebelumnya, Wamenkeu Mardiasmo juga menangkap ketidakpastian tersebut, setelah pemerintah berulang kali diingatkan berbagai pihak lewat media massa terkait celah penyalahgunaan fasilitas itu yang berpotensi menggerus penerimaan pajak.

Kadang-kadang disalahgunakan. Intinya jangan sampai mereka yang sudah melakukan pembukuan baik [pembayaran pajak dengan tarif umum] jadi setback, ujarnya.

Pasalnya, berdasarkan data yang diterima Bisnis, sumbangan penerimaan pajak dari UMKM sejak Juli 2013 hingga Juni 2014 hanya sekitar Rp2 triliun, jauh dari potensinya sekitar Rp30 triliun, dengan asumsi kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar Rp3.000 triliun.

Regulasi ini, sambung Mardiasmo, awalnya digunakan agar ada peningkatan kepatuhan WP yang selama ini justru tidak terjangkau. Menurutnya, penyederhanaan pajak lewat penerepan PPh final dinilai akan membantu meningkatkan kepatuhan WP untuk para pengusaha UMKM.

Tiga Tahun

Untuk menghindari pembalikan WP yang seharusnya sudah bisa melakukan pembukuan dan pada gilirannya dikenakan tarif normal, Sigit mengatakan masa berlaku penggunaan fasilitas tersebut hanya dalam waktu tiga tahun.

"Makanya ini pembinaan judulnya. Kita bina, setelah tiga tahun, enggak boleh lagi dia [pakai fasilitas ini]," kata Mardiasmo.

Dimintai tanggapan, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai langkah itu secara yuridis dan konseptual tepat. Menurutnya, fasilitas itu memang seharusnya hanya untuk WP OP dalam jangka waktu 2-3 tahun.

"Tidak boleh turun lagi ke UMKM jika sudah melebihi batasan waktu itu. Terus lalukan edukasi dan pembinaan. Sediakan format pembukuan yang mudah dan murah, termasuk ke penghitungan dan pelaporan pajaknya, "jelasnya.

Menurutnya, distorsi terbesar dalam PP tersebut selama ini karena badan menjadi subyeknya. Dengan batasan waktu 3 tahun tersebut, WP tetap WP OP namun OP usahawan dengan tarif pajak regular.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper