Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Beri Lampu Hijau Penghapusan PBB

Presiden Joko Widodo memberikan lampu hijau terhadap wacana pemberian keringanan hingga penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dilihat berdasar subjek pajak, utamanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ferry Mursyidan Baldan/BISNIS
Ferry Mursyidan Baldan/BISNIS

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo memberikan lampu hijau terhadap wacana pemberian keringanan hingga penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dilihat berdasar subjek pajak, utamanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan mengatakan dalam rapat terbatas dengan Presiden pada 1 April lalu, kementeriannya diminta meneruskan kajian dan berkoordinasi dengan Kemenkeu, Kemendagri, dan Pemda lewat pembentukan tim khusus.

Tim tersebut, lanjutnya, akan menggodog lebih matang kriteria dan besaran keringan yang bisa diberikan pemerintah sehingga kebijakan ini ditargetkan dapat keluar awal tahun depan.

"Berlakunya 2016 karena ini berkaitan dengan APBN dan APBD, jadi enggak bisa kita keluarkan [tahun] ini lalu ada potensi lost PAD yang sudah mereka tetapkan," ujar Ferry di kantornya, Senin (6/4/2015).

Dia mengungkapkan PBB sejatinya merupakan pajak yang dikenakan atau diwajibkan bagi subjek pajak bukan pada objek pajak (nilai tanah dan bangunan), sehingga perlu mempertimbangkan pada kemampuan dan kesanggupan subjek pajak membayar PBB.

Adapun, subjek pajak yang akan berpotensi mendapatkan fasilitas ini, sambung dia, a.l. pekerja sektor informal, pensiunan Polri dan TNI, para anggota veteran, MBR, penyandang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Menilik Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hanya disebutkan enam kriteria objek pajak yang tidak kena PBB.

Pertama, digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan.

Kedua, digunakan semata-mata untuk melayani kepentinganuntuk memperoleh keuntungan.

Ketiga, digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.

Keempat, merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

Kelima, digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

Keenam, digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Ferry menegaskan pemberian keringan hingga penghapusan PBB tidak akan berimbas besar pada tergerusnya penerimaan daerah apalagi nasional. Menurutnya, sumbangan PBB selama ini hanya sekitar 3,5% dari keseleruhan penerimaan pajak nasional.

"Jika ini diberlakukan paling hanya mengurangi 1% saja," katanya.

Politikus Partai Nasdem ini mengakui PBB merupakan instrumen penting di sisi pendapatan daerah. Oleh karena itulah, untuk mengompensasi kebijakan baru ini, perlu adanya intensifikasi khususnya pada bangunan dan lahan komersial serta subjek pajak yang mampu dan sanggup membayar PBB.[]

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper