Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaporan SPT Naik, Penerimaan Pajak Diklaim Membaik

Ditjen Pajak mengungkapkan ada pertumbuhan yang positif pada penerimaan pajak hingga posisi akhir April setalah wajib pajak (WP) badan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahun ini.
Menko Bidang Perekonomian Sofyan Djalil (keempat kiri) berfoto bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (dari kiri), Menperin Saleh Husin, Menkeu Bambang Brodjonegoro, Menag Lukman Hakim Syaifuddin, Menlu Retno Marsudi dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, usai melaporkan Surat Pemberitahuan/SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak  Orang Pribadi 2014 di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Senin (30/3)./Antara-Muhammad Adimaja
Menko Bidang Perekonomian Sofyan Djalil (keempat kiri) berfoto bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (dari kiri), Menperin Saleh Husin, Menkeu Bambang Brodjonegoro, Menag Lukman Hakim Syaifuddin, Menlu Retno Marsudi dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, usai melaporkan Surat Pemberitahuan/SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi 2014 di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Senin (30/3)./Antara-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Ditjen Pajak mengungkapkan ada pertumbuhan yang positif pada penerimaan pajak hingga posisi akhir April setalah wajib pajak (WP) badan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahun ini.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan pelaporan SPT WP badan tahun ini mencapai 513.339 atau tumbuh 3,2% dari capaian tahun lalu.

"Data sementara penerimaan kita sampai dengan akhir bulan April sudah positif pertumbuhannya. Kamis kemarin saya sempat keliling ke KPP, infonya kepatuan dan pembayaran meningkat," katanya kepada Bisnis.com, Senin (4/5/2015).

Kendati belum bisa mewakili data nasional, dia meyakini ada korelasi positif antara peningkatan pelaporan SPT WP badan dengan penerimaan pajak sehingga mampu memperbaiki performa pemasukan kas negara dari kuartal I/2015.

Sebelumnya DJP mencatat realisasi penerimaan pajak (minus PPh migas) kuartal I tahun ini senilai Rp189,4 triliun atau turun dari capaian tahun lalu Rp191,1 triliun. Kendati turun, penerimaan periode itu tertopang oleh PPh nonmigas yang tercatat Rp104,9 triliun atau naik dari periode yang sama tahun lalu Rp103,8 triliun.

Ironisnya, penurunan penerimaan tersebut terjadi di tengah meningkatnya pelaporan SPT WP OP hingga 31 Maret 2015. SPT WP OP tercatat 8,93 juta atau meningkat hingga 17,58% dari realisasi tahun lalu 7,59 juta.

Penerimaan dari PPh pasal 21 memang meningkat hingga 10,62% dari Rp23,99 triliun menjadi Rp26,54 triliun. Namun, pos PPN dan PPnBM tercatat menyumbang penerimaan senilai Rp83,08 triliun atau turun 2,43% dari periode yang sama tahun lalu Rp85,15 triliun.

Di sisi PPN, penurunan tersebar ada pada PPN impor yang mencatatkan realisasi Rp32,34 triliun atau turun 7,99% dari tahun lalu Rp35,15 triliun.

Pelambatan Ekonomi

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai kondisi itu menunjukkan adanya perlambatan ekonomi yang lebih cepat. Perlambatan ekonomi ini akan berdampak pada tergerusnya penerimaan dari PPN hingga akhir tahun.

Performa itu, sambungnya, tidak akan mampu ditutup dari pos PPh utamanya nonmigas yang memang diprediksi naik. Dengan demikian, bayangan shortfall selisih antara realisasi dan penerimaan pajak masih cukup besar.

PPN benar-benar terdampak pertumbuhan ekonomi sedangkan PPh meski tumbuh dibanding tahun lalu tapi secara agregat belum bisa menutup gap yang ada, katanya.

Sebelumnya, World Bank dan IMF dalam waktu yang hampir bersamaan memperkirakan shortfall pendapatan Indonesia pada 2015 masing-masing mencapai Rp282 triliun dan Rp235 triliun. Sementara, tim riset DBS Bank realisasi penerimaan negara terancam meleset sedikitnya Rp170 triliun pada akhir tahun.

Darmin Nasution, mantan Dirjen Pajak yang meluncurkan sunset policy pada 2008 pun mengestimasi shortfall pajak (minus PPh migas) tahun ini sekitar Rp180 triliun karena masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global dan minimnya persiapan eksekusi rencana reinventing policy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper