Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dilema Perbaikan Ekonomi Amerika dan Ketergantungan Impor Indonesia

Bank Indonesia meminta kalangan perusahaan tetap waspada di tengah proyeksi kenaikan Fed Fund Rate dan era super dolar yang terus menguat.nn
Sejumlah pengamat ekonomi mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia yakni pada kuartal I/2015 sebesar 4,7% atau melambat dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2014 sebesar 5,1% dinilai sangat mengkhawatirkan sehingga pemerintah harus segera bertindak untuk memulihkan perekonomian misalnya upaya menekan inflasi dan menciptakan lapangan pekerjaan./Antara
Sejumlah pengamat ekonomi mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia yakni pada kuartal I/2015 sebesar 4,7% atau melambat dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2014 sebesar 5,1% dinilai sangat mengkhawatirkan sehingga pemerintah harus segera bertindak untuk memulihkan perekonomian misalnya upaya menekan inflasi dan menciptakan lapangan pekerjaan./Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Bank Indonesia meminta kalangan perusahaan tetap waspada di tengah proyeksi kenaikan Fed Fund Rate dan era super dolar yang terus menguat.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D. W. Martowardjojo memproyeksikan akan ada kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dalam 3 tahun mendatang secara bertahap hingga menyentuh posisi 3%.

Kenaikan FFR yang terdekat, menurutnya, terjadi pada kuartal III/2015 ke posisi 0,75%. Peningkatan FFR itu, lanjutnya, karena indikator perbaikan ekonomi Amerika, sehingga berdampak terhadap penguatan mata uang Negeri Paman Sam atau dolar AS.

Di sisi lain, kata Agus, Indonesia tengah menggenjot investasi di bidang infrastruktur yang dipastikan bakal menaikan impor. Sementara itu, ekspor dinilai belum mampu memberikan dampak signifikan di tengah menurunnya harga komoditas.

Dampaknya, peningkatan defisit transaksi berjalan akan semakin melebar yang membuat rupiah sulit untuk menguat. Jika rupiah melemah, tambah Agus, bakal memperbesar kebutuhan Indonesia akan dolar AS, sehingga semakin menguatkan nilai tukar mata uang tersebut.

"Indonesia sekarang saja sudah tertekan mata uangnya sebesar 5,69% [year to date pada 2015], padahal masih akan ada era super dolar. Jadi super dolar itu merupakan ancaman, karena artinya akan ada tekanan ke rupiah. Dan kita lihat ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi, juga berdampak pada krisis sosial dan politik,” jelas Agus di Jakarta, pekan ini.

Belum lagi, sambungnya, dari kajian Bank Indonesia menunjukkan harga 8 komoditas utama di Indonesia  akan kembali mengalami penurunan.

“Kami baru review harga komoditas Indonesia secara umum hanya akan turun 5% dan itu diprediksi sudah sampai di bottom. Tapi ada koreksi lagi, ternyata masih akan ada penurunan sebesar 11,6%,” kata Agus.

Dengan penurunan ini, Agus menilai ke depannya perusahaan di Indonesia yang mengandalkan komoditas mentah pun masih akan terus mengalami penurunan laba.

Mengantisipasi proyeksi tersebut, kata Agus, pihaknya menganjurkan perusahaan untuk tetap menjaga kinerja di tengah tren super dolar dan risiko pembalikan mata uang ini ke negara asalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper