Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggota Komisi IX DPR Kecam BPJS Ketenagakerjaan, Ini Masalahnya

Anggota Komisi IX DPR Roberth Rouw menilai langkah pemerintah mengubah pencairan dana jaminan hari tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan secara mendadak tidak manusiawi.
Sejumlah buruh dari Gerakan Buruh Indonesia (GBI) dan KSPI melakukan aksi unjuk rasa menolak peraturan pemerintah soal jaminan hari tua di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (3/7). Dalam orasinya mereka menolak secara tegas Peraturan Pemerintah no 46 Tahun 2015 terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang telah diberlakukan oleh Menaker dan BPJS Ketenagakerjaan. /ANTARA
Sejumlah buruh dari Gerakan Buruh Indonesia (GBI) dan KSPI melakukan aksi unjuk rasa menolak peraturan pemerintah soal jaminan hari tua di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (3/7). Dalam orasinya mereka menolak secara tegas Peraturan Pemerintah no 46 Tahun 2015 terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang telah diberlakukan oleh Menaker dan BPJS Ketenagakerjaan. /ANTARA

Bisnis.com, BEKASI - Anggota Komisi IX DPR Roberth Rouw menilai langkah pemerintah mengubah pencairan dana jaminan hari tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan secara mendadak tidak manusiawi.

"Kebijakan itu terkesan dibuat secara mendadak dan tidak ada sosialisasi, saya mengecam itu, ini sangat tidak manusiawi," kata Roberth melalui rilis yang diterima Bisnis.com, Jumat (3/7/2015).

Dia menilai perubahan mekanisme pemberian manfaat salah satu program BPJS Ketenagakerjaan yakni JHT membuat keresahan di masyarakat. Keresahan para pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan itu lantaran tidak bisa mencairkan dana jaminan hari tuanya, meskipun telah menjadi peserta selama 5 tahun 1 bulan.

Hal ini, kata Roberth, berdasarkan peraturan baru yang menebutkan dana JHT baru bisa diambil pada saat pensiun ketika karyawan sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun.

Menurut Roberth, jika pemerintah menganggap peraturan yang baru itu jauh lebih bermanfaat bagi para pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka harus lebih dulu melakukan sosialisasi kepada masyarakat atau minimal dibahas dulu bersama Komisi IX DPR RI yang bermitra dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan.

"Waktu kami RDP [rapat dengar pendapat] dengan BPJS Ketenagakerjaan beberapa waktu lalu hanya besaran iuran pensiun saja, dan tidak membahas perubahan tersebut," katanya.

Selain itu, Roberth juga mengecam peraturan BPJS Ketenagakerjaan mengenai JHT yang hanya bisa diambil 40% dari total tabungan meski karyawan sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun, dengan rincian sebesar 10% tunai dan 30% untuk pembiayaan perumahan.

Kebijakan itu, imbuhnya, tidak menguntungkan bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan, mengingat ada jutaan peserta atau pekerja yang dananya disimpan dan didepositokan ke bank oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Oleh karena itu, Roberth akan mendorong pimpinan serta seluruh anggota Komisi IX DPR untuk segera memanggil Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengklarifikasi peraturan tersebut, agar masyarakat bisa mendapatkan penjelasan mengenai peraturan JHT yang baru.

"Kami akan panggil mereka untuk mendengarkan penjelasan mereka. Karena jika didiamkan justru akan membuat masyarakat menjadi semakin gusar," katanya. []

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Hilman
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper