Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

FATWA MUI TENTANG BPJS: 3 Alasan MUI Anggap BPJS Kesehatan Tak Sesuai Syariah

Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jaih Mubarok, meminta pemerintah segera membahas putusan MUI terkait sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tak sesuai syariah.
Ilustrasi-BPJS Kesehatan/Jibiphoto
Ilustrasi-BPJS Kesehatan/Jibiphoto

Bisnis.com, JAKARTA-- Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jaih Mubarok, meminta pemerintah segera membahas putusan MUI terkait sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tak sesuai syariah.

SIMAK: FATWA HARAM BPJS: Halal-Haram Dibahas di Muktamar NU

 

Pasalnya, banyak masyarakat yang membutuhkan solusi syariah untuk BPJS.

BACA JUGA: FATWA HARAM BPJS: Fadli Zon Bilang Berlebihan

"Pemerintah punya kewajiban melayani masyarakat yang menginginkan terjaminnya sistem syariah di BPJS. Jadi ulama, BPJS, dan pemerintah perlu duduk bersama," kata Jaih, Rabu (29/7/2015).

SIMAK: Cara Evan Dimas Gabung Klub Sepak Bola Spanyol

 

Sama seperti terbentuknya bank syariah, Jaih meminta pemerintah membentuk BPJS syariah yang bebas dari penipuan dan riba. Menurut dia, lahirnya keputusan BPJS dianggap haram atau tak sesuai syariah karena MUI menduga pengelolaan iuran atau akad BPJS tidak jelas, dan berpotensi riba, karena dikelola bank konvensional.

"Pengelolaannya harus pakai parameter syariah. Misal pasar modal dan saham yang terdaftar di syariah," kata Jaih.

"Keadaan darurat ini harus diselesaikan. Tidak bisa terus-menerus seperti ini."

Pekan lalu MUI mengeluarkan fatwa bahwa sistem premi hingga pengelolaan dana peserta BPJS Kesehatan tak sesuai fikih atau haram. Keputusan ini lahir sebulan lalu dalam ijtima ulama Komisi Fatwa MUI di Tegal.

3 Alasan

Tiga alasan yang mendorong keluarnya keputusan tersebut antara lain ketidakjelasan status iuran atau premi BPJS.

"Kedudukan akadnya atau iuran itu apa? Apa bahasa hukumnya? Apakah termasuk hibah?" kata Jaih.

Sebab, kata dia, dalam prinsip syariah harus diatur bagaimana status, kejelasan bentuk, dan jumlah akad atau iuran. Jika tidak, maka BPJS telah melakukan gharar atau penipuan.

Kedua, Jaih mengatakan iuran yang disetorkan para peserta tak jelas kedudukannya. "Setelah disetorkan, apakah itu milik negara, BPJS, atau peserta?" kata dia.

Menurut dia, dalam prinsip asuransi syariah --untuk menggambarkan kondisi iuran BPJS-- iuran adalah hibah kelompok peserta asuransi. Maka, perusahaan asuransi atau BPJS seharusnya berlaku sebagai wakil kolektif. Ketika risiko terjadi, maka perwakilan akan menjadi perpanjangan tangan dari peserta kolektif ke individu.

Berikutnya, MUI mempertanyakan investasi iuran peserta yang dikelola BPJS. MUI khawatir BPJS mengelola iuran tersebut dengan deposito, saham, dan cara lain di bank non-syariah.

"Ke sektor yang halal tidak? Potensi riba bisa terjadi kalau ternyata didepositokan ke bank yang memberi bunga," kata Jaih.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo.co

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper