Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gubernur BI Sebut Kondisi Bank Aman. Ini Indikatornya

Bank Indonesia menegaskan kondisi industri perbankan Indonesia dalam keadaan yang aman ditengah kondisi pelemahan nilai tukar rupiah.
Kinerja industri perbankan Indonesia./ Bisnis
Kinerja industri perbankan Indonesia./ Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menegaskan kondisi industri perbankan Indonesia dalam keadaan yang aman ditengah kondisi pelemahan nilai tukar rupiah.

Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo mengatakan perbankan Indonesia saat ini dalam keadaan yang sehat dan jauh dari masa krisis.

"Kami selalu lakukan stress test dalam dua tahun terakhir. Tapi mohon maaf kami tidak bisa memberitahu hasilnya karena itu salah satu kajian kehati-hatian," ujarnya di Jakarta, Kamis (26/8/2015).

Rasio kecukupan modal atau capital aquduancy ratio (CAR) industri perbankan hingga kuartal II/2015 sebesar 20,1% dan pada 2014 sebesar 19,14%.

"CAR pada masa krisis 1998 dan 1999 masing-masing berada di kisaran -15,7% dan level -8,10%," kata Agus.

Sementara itu, untuk rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada masa krisis sebesar 32,8% di 1998 dan 48,6% pada 1999.

NPL industri perbankan pada 2015 jauh di bawah saat krisis melanda Indonesia yakni sebesar 2,56%, naik tipis dari 2,16% pada 2014.

"Pada 1998 ada 50% dari total kredit yang statusnya macet. NPL kita sekarang terjaga sebesar 2,56%," ucapnya.

Agus menambahkan suku bunga deposito untuk jangka waktu satu bulan mencapai 41,42% pada 1998 dan 12,24% pada 1999.

"Untuk suku bunga deposito untuk jangka waktu satu bulan pada 2014 sebesar 8,58% dan 7,76% di 2015," tuturnya.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon menyatakan posisi industri perbankan masih dalam tahap aman sekalipun rupiah mengalami tekanan.

Setiap bank juga sudah melakukan kajian stress test dalam menyikapi kondisi perekonomian.

"Jadi kalau dengan kondisi saat ini membuat CAR mereka menipis di atas minimum, tentu bank harus melakukan ancang-ancang. Pemegang saham mereka juga harus bersiap. Untuk itu, kami selalu mendorong dan mengingatkan kalau mereka sudah sensitif ya harus hati-hati," terang Nelson.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper