Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LPEI: Usaha Ekspor dan Padat Karya Dapat Modal kerja

Selain untuk sektor usaha berorientasi ekspor, kredit modal kerja yang akan dikucurkan lewat Lembaga Pembiayaan Ekpor Indonesia (LPEI) juga akan diberikan bagi sektor usaha pendukungnya asalkan padat karya.nn
Presiden Joko Widodo (kanan) memeriksa peti kemas berisi rumput laut didampingi Menteri Perdagangan Rachmat Gobel (kedua kiri), Ketua DPD Irman Gusman (kiri), dan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo (kedua kanan) saat peresmian Gerakan Peningkatan Ekspor Tiga Kali Lipat di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (3/8)./Antara
Presiden Joko Widodo (kanan) memeriksa peti kemas berisi rumput laut didampingi Menteri Perdagangan Rachmat Gobel (kedua kiri), Ketua DPD Irman Gusman (kiri), dan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo (kedua kanan) saat peresmian Gerakan Peningkatan Ekspor Tiga Kali Lipat di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (3/8)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Selain untuk sektor usaha berorientasi ekspor, kredit modal kerja yang akan dikucurkan lewat Lembaga Pembiayaan Ekpor Indonesia (LPEI) juga akan diberikan bagi sektor usaha pendukungnya asalkan padat karya.

CEO Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Ngalim Sawega mengatakan pemberian kredit modal kerja (KMK) pada sektor yang tidak langsung berorientasi ekspor ini sangat dimungkinkan karena masihconnect dalam proses ekspor.

“Jadi bukan direct export. Misalnya untuk CPO, ya yang berhubungan dengan CPO, ada penyewaan alat berat dan sebagainya kita bisa biayai. Intinya pendukung lah,” ujarnya ketika ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/9/2015).

Ngalim mengatakan kebijakan yang diperkirakan berlangsung enam bulan dengan dana penyertaan modal negara (PMN) Rp1 triliun tersebut akan lebih banyak menyasar usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sektor ini rentan terhadap aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah lesunya ekonomi yang salah satunya akibat pelemahan daya beli masyarakat.

Selain itu, dengan program national interest account (NIA), diharapkan ada pasar-pasar ekspor baru dan diversifikasi barang ekspor yang selama ini sebetulnya melimpah dan berpotensi untuk diekspor.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan fokus utama dari pemberian KMK memang pada sektor padat karya dan UMKM yang berpotensi ataupun berorientasi ekspor. Kendati demikian, nantinya akan berlaku prioritas pembiayaan.

“Yang paling penting itu padat karyanya, nomor satu. Artinya, [sektor usaha] padat karya yang ekspor itu pasti yang dapat prioritas utama selain hanya berorientasi atau berkaitan dengan ekspor,” tegasnya.

Dia berujar pengusaha yang mengajukan KMK harus berkomitmen tidak melakukan PHK. Adapun, bagi pengusaha yang telah melakukan PHK sebelumnya, masih dimungkinkan memanfaatkan fasilitas ini jika pengusaha tersebut bisa menjamin pekerja yang di-PHK dapat ditarik lagi masuk kerja.

Untuk tenor pembiayaan, mantan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal ini akan ditentukan secara business to business. Namun demikian, pihaknya memastikan bunga KMK ini akan berada di bawah bunga komersial perbankan nasional yang ada. Dalam catatan Bisnis, bunga yang ditetapkan akan sama dengan dosis BI Rate.

Paket Kebijakan Jilid III

Fasilitas KMK tersebut, sambung Bambang, merupakan salah satu bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid III yang akan diluncurkan minggu depan. Selain fokus pada pemberian KMK untuk menahan arus PHK, ada dua fokus lainnya yang ada dalam paket tersebut yakni terkait dengan investasi dan daya beli masyarakat.

Dalam perkembangan lain, terkait usulan penurunan bunga kredit perbankan seperti yang utarakan Presiden Joko Widodo, Menko Perekonomian Darmin Nasution menegaskan usulan tersebut tidak berhubungan dengan BI Rate. Mantan Gubernur Bank Indonesia ini menjamin pemerintah tidak akan mengintervensi kebijakan moneter.

Penurunan bunga itu, sambungnya, bisa dilakukan dengan mengefisienkan beberapa urusan administratif. Menurutnya, jika dilihat dari proporsi tingkat bunga perbankan, hampir separuhnya untuk biaya tabungan. Sisanya, untuk biaya lain di bank layaknya perusahaan pada umumnya, seperti upah, sewa gedung, listrik, biaya administrasi, biaya antisipasi risiko, dan lainnya.

“Walaupun tentu kami akan mengundang OJK untuk membicarakan itu. Jadi jangan dianggap itu sebagai membicarakan tingkat bunga dari segi kebijakan moneter,” tuturnya.

Karena terkait dengan efisiensi, Darmin mengungkapkan akan membutuhkan proses dan jangka waktu yang tidak bisa singkat. Namun, mulai saat ini, sambung dia, akan terus dikaji.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper