Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPR Selektif dan Tak Jor-joran Salurkan Kredit

Kelompok Bank Perkreditan Rakyat (BPR) lebih selektif dalam penyaluran kredit dan fokus menyelesaikan kredit bermasalah ketimbang jor-joran mengejar pertumbuhan untuk menjaga kualitas pembiayaan.
Kasir Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menghitung uang rupiah. /Bisnis.com
Kasir Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menghitung uang rupiah. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA--Kelompok Bank Perkreditan Rakyat (BPR) lebih selektif dalam penyaluran kredit dan fokus menyelesaikan kredit bermasalah ketimbang jor-joran mengejar pertumbuhan untuk menjaga kualitas pembiayaan.

Prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit perlu dilakukan oleh kelompok BPR karena rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) per Juli 2015 telah mencapai angka 6% berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan.

Data ini merekam angka NPL BPR per Juli 2015 merupakan angka paling tinggi apabila dibandingkan dengan NPL sebelumnya. Pada 2011 NPL kelompok bank yang paling dekat dengan usaha wong cilik ini tercatat sebesar 5,22%, sementara pada tahun 2012 dan 2013 tercatat sebesar 4,75% dan 4,41%.

Adapun pada tahun lalu, per Juli 2014 rasio kredit bermasalah BPR berada di angka 5,24%  dan ditutup di angka 4,75% per Desember 2014.

Ketua Umum Persatuan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto menuturkan salah satu penyebab peningkatan angka NPL ini adalah perlambatan penyaluran kredit karena pengusaha mikro, kecil, dan menengah cenderung tidak berani mengajukan pinjaman ke bank di tengah sepinya usaha.

Seperti diketahui, angka NPL merupakan hasil dari nilai kredit bermasalah dibagi dengan nilai total kredit yang disalurkan. "Tapi, esensi untuk menurunkan NPL itu ya kredit bermasalah harus diselesaikan. Bukan memperbesar faktor pembagi dengan banyak menyalurkan kredit," ucapnya kepada Bisnis, Rabu (7/10/2015).

Joko menyatakan kelompok BPR saat ini lebih concern untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam situasi seperti sekarang ini untuk menekan angka NPL sehingga tidak meningkat. Selain perlambatan penyaluran kredit, Joko tak menampik peningkatan rasio kredit bermasalah ini juga dipicu oleh perlambatan ekonomi yang tidak hanya memukul sektor riil, namun juga telah berdampak pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sekarang ini, katanya, kondisi nasabah BPR yang sebagian besar merupakan pengusaha UMKM mengalami penurunan omzet. Penurunan ini mengakibatkan daya menabung maupun kemampuan untuk membayar pinjaman menurun. "Nah, BPR saat ini kena double, kualitas menurun, pertumbuhan kredit juga turun," kata Joko.

Hingga Juli 2015, penyaluran kredit BPR tercatat mencapai Rp73,79 triliun atau tumbuh sebesar 11,36% secara tahunan dari Rp66,26 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper