Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INSENTIF PAJAK: Jangka Waktu Diperpanjang, Tarif Revaluasi Aset Jadi Progresif

Pemerintah akan mengubah skema rencana pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) final pada selisih atas revaluasi aktiva tetap menjadi progresif dari 3% hingga 5%.
Aktivitas di pabrik Indo Bharat Rayon/Indo Bharat Rayon
Aktivitas di pabrik Indo Bharat Rayon/Indo Bharat Rayon

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan mengubah skema rencana pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) final pada selisih atas revaluasi aktiva tetap menjadi progresif dari 3% hingga 5%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan penerapan tarif yang tergradasi progresif itu muncul berdasarkan pembahasan lebih lanjut dan disesuaikan dengan kondisi terkini. “Jadi berubah kemungkinan tiga layer 3%, 4%, dan 5%,” ujarnya dalam Media Gathering 2015 di Kepulauan Seribu.

Mekar berujar skema tersebut mengambil pola pemberian tarif progresif 3%-8% yang diusulkan dalam draft RUU Pengampunan Nasional (tax amnesty) yang mendadak digagas dan diusulkan menjadi RUU prioritas oleh 33 anggota DPR belum lama ini. Namun, dia menegaskan tidak ada kaitannya sama sekali antara RUU tersebut dengan kebijakan revaluasi aktiva tetap.

Besaran 3% itu, sambung dia, merupakan hasil kajian dari pertimbangan mayoritas aset yang diprediksi naik secara nilai merupakan tanah. Dia berujar awalnya akan ada pembeda dari sisi revaluasi aset berupa tanah dan bangunan, tapi batal.

Dengan adanya skema tarif terdegradasi, lanjutnya, tarif 3% pada selisih lebih atas revaluasi aktiva tetap diberikan bagi perusahaan yang mengeksekusinya sebelum awal tahun. Sementara, tarif 4% diberikan bagi perusahaan yang merevaluasi aktiva tetapnya semester I tahun depan. Selanjutnya, untuk semester II/2016, langkah penilaian kembali aset ini diberikan pengurangan tarif 5%.

Dalam pasal 19 Undang-Undang No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang No. 36/2008 disebutkan Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali  aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.

Dalam pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan disebutkan atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemberian pengurangan tarif PPh final tersebut diberikan terbatas bagi wajib pajak (WP) badan yang mengusulkan, melakukan, dan menyelesaikan revaluasi aktiva tetapnya tidak melebihi akhir tahun ini.

“Intinya kita dorong perusahaan-perusahaan untuk revaluasi aktiva tetapnya. Ketika revaluasi, kita kasih insentif pajak yang harusnya 10% diturunkan menjadi 5%. Harapannya asetnya jadi besar, punya leverage yang lebih besar di kemudian hari,” kata Bambang.

Menurutnya, selama ini banyak perusahaan yang enggan bahkan malas melakukan revaluasi karena dikenakannya PPh 10% terhadap selisih lebih aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula. Dengan adanya insentif tersebut, sambungnya, diharapkan dapat memperbaiki kesehatan neraca perusahaan-perusahaan di Tanah Air. 

Apalagi, lanjut Bambang, perusahaan Indonesia saat ini mungkin mengalami kesulitan karena memiliki utang dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dimungkinkan membuat liability naik padahal asetnya tidak bergerak.

Ketentuan DER

Mekar berujar revaluasi aset merupakan salah satu langkah penyesuaian ketentuan pembatasan rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio / DER) 4:1 karena akan ada penambahan nilai modal.

Seperti diketahui, kebijakan yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan mulai berlaku tahun depan.

Dari sisi penerimaan negara, dengan penerapan tarif 3% tahun ini, otoritas memperkirakan akan ada tambahan Rp10 triliun tahun ini.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat skema tarif yang gradasi itu bagus asalkan tetap ada kemungkinan cicilan agar tidak mengganggu cashflow perusahaan.

Kendati demikian, menurutnya jika program tax amnesty jadi dilakukan, pemerintah harus berhati-hati untuk menjalankan revaluasi aktiva tetap. Jika sudah mengeluarkan tax amnesty, upaya penarikan pajak revaluasi aset tidak dimungkinkan.

 

“Kalau mau sebelum amnesty, keluarkan peraturannya dulu [revaluasi aset] baru amnesty,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper