Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Rate Diproyeksi Tetap 7,5% Hingga Akhir Tahun, Ini Alasannya

Bank Indonesia diperkirakan tidak akan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) hingga akhir Desember 2015 pada level 7,5%, yang berakibat melemahnya rupiah dan berujung pelarian modal dari dalam negeri.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Selasa (17/11/2015) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. /Bisnis.com
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Selasa (17/11/2015) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia diproyeksikan tidak akan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) hingga akhir Desember 2015 pada level 7,5%, yang berakibat melemahnya rupiah dan berujung pelarian modal dari dalam negeri.

Ekonom Bank UOB Indonesia Ho Wei Chen menilai BI akan berhati-hati dan menahan BI Rate di 7,5% pada Desember 2015. Tercatat, BI telah mempertahkan suku bunga acuan sejak Februari 2015 pada level 7,5%.

"Terdapat perbedaan kebijakan dengan Amerika Serikat yang dapat meningkatkan tekanan rupiah akibat naiknya risiko capital outflows," ungkapnya dalam riset yang diterima Bisnis.com, Selasa (17/11/2015).

Dia memerkirakan, kurs rupiah akan kembali menguji level terendah sepanjang 17 tahun terakhir pada level Rp14.828/US$, yang tercatat pada September lalu. Pelemahan rupiah diperkirakan akan terjadi pada bulan-bulan mendatang akibat normalisasi suku bunga acuan Federal Reserve.

Kenaikan Fed Fund Rate untuk pertama kali diperkirakan akan terjadi pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) 15-16 Desember 2015. Perkiraan terhadap lemahnya harga komoditas, berlanjutnya defisit transaksi berjalan, penguatan dolar AS terhadap mata uang regional, dipastikan akan menekan rupiah.

"Untuk saat ini kami pertahankan prediksi rupiah pada akhir kuartal IV/2015 antara Rp14.700 dan Rp14.800/US$ pada akhir kuartal I/2016," paparnya.

Menurutnya, keputusan BI yang mempertahankan suku bunga acuan pada level 7,5% sesuai dengan perkiraan konsensus dan UOB Indonesia.

Dipertahankan

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Selasa (17/11/2015) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%.

Sementara itu, RDG memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam rupiah, dari sebelumnya 8,0% menjadi 7,50%, berlaku efektif sejak 1 Desember 2015.

"Bank Indonesia menilai bahwa stabilitas makroekonomi semakin baik sehingga terdapat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter," ungkapnya dalam keterangan resmi.

Dia mengatakan, BI meyakini inflasi 2015 akan terjaga di batas bawah kisaran sasaran 4±1% disertai dengan defisit transaksi berjalan yang diperkirakan berada pada kisaran 2% dari PDB pada 2015.

Menurutnya, dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, terutama karena kemungkinan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (Fed Fund Rate) dan keberagaman kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Sentral Eropa, Jepang, dan China, maka Bank Indonesia akan tetap berhati-hati dalam menempuh langkah pelonggaran kebijakan moneter.

Kendati demikian, sambungnya, pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan GWM Primer diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi yang mulai meningkat semenjak triwulan III/2015.

Ke depan, katanya, BI akan terus melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat struktur perekonomian, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan yang tetap terjaga.

Sementara itu, nilai tukar rupiah menguat setelah mengalami tekanan depresiasi pada triwulan III/2015. Pada triwulan III/2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 5,35% (qtq) ke level Rp13.873/US$.

"Tekanan terhadap Rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan The Fed dan devaluasi Yuan," ujarnya.

Akan tetapi, rupiah menguat pada Oktober 2015 dipicu oleh sentimen positif terhadap emerging market akibat FOMC yang dovish dan membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan paket stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh BI.

Rupiah secara rata-rata menguat 4,47% (mtm) ke level Rp13.783 per dolar AS. Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya.

Di pasar spot, kurs rupiah tercatat masih terdepresiasi sebesar 9,88% sejak awal tahun ini. Sedangkan, investor asing di pasar modal telah membukukan jual bersih atau net sell senilai Rp20,1 triliun year-to-date.

Pada saat bersamaan, Indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi 13,89% sejak awal tahun. Bloomberg mencatat pada perdagangan hari ini, Selasa (17/11/2015), IHSG menguat 1,32% atau 58,76 poin ke level 4.500,95.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper