Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akademisi Sentil Hubungan Otoritas Moneter dan Fiskal yang Merenggang

Otoritas fiskal dan moneter diminta memanfaatkan berbagai forum pertemuan untuk mengkoordinasikan kebijakan di sektor keuangan sehingga tidak melemparkan pernyataan ke publik yang menyebabkan gejolak.
Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menkeu Bambang PS Brodjonegoro, Gubernur BI Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad memberi keterangan pers soal depresiasi rupiah di Kantor Presiden, Rabu (11/3/2015)./JIBI-Akhirul Anwar
Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menkeu Bambang PS Brodjonegoro, Gubernur BI Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad memberi keterangan pers soal depresiasi rupiah di Kantor Presiden, Rabu (11/3/2015)./JIBI-Akhirul Anwar

Bisnis.com, JAKARTA--Otoritas fiskal dan moneter diminta memanfaatkan berbagai forum pertemuan untuk mengkoordinasikan kebijakan di sektor keuangan sehingga tidak melemparkan pernyataan ke publik yang menyebabkan gejolak.

Rektor Universitas Paramadina Jakarta Firmanzah mengatakan, forum pertemuan tersebut bisa berupa Tim Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan mewakili pemerintah, Gubernur Bank Indonesia (BI), Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Forum semacam itu, menurutnya, merupakan medium untuk melakukan harmonisasi kebijakan di sektor keuangan. Dengan adanya forum semacam itu, para pihak yang terlibat di dalamnya tidak perlu mengumbar perbedaan pendapat di depan para pelaku usaha.

“Kalau tidak memanfaatkan forum itu, yang terjadi malah menambah ketidakpastian di tengah perekonomian dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Kita perlu pernyataan untuk mengurangi ketidakpastian dan kebingungan pasar,” ujarnya, Kamis (26/11/2015).

Forum lainnya, kata mantan staf khusus kepresidenan itu, adalah rapat paripurna kabinet. Dalam rapat itu biasanya turut diundang lembaga lain seperti BI dan OJK yang diberi kesempatan utnuk memaparkan kebijakan dari lemgara-lembaga tersebut.

“Pelaku usaha tidak persoalkan naik apa tidak tapi yang mereka butuh adalah kepastian. Kalau turun ya berapa, kalau naik ya berapa sehingga mereka bisa membuat proyeksi ke depan,”tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Selasa (24/11/2015), meminta bank sentral untuk menyusun kebijakan moneter yang mendukung produktivitas sektor riil, terutama dengan menurunkan suku bunga acuan.

“Dari sisi keuangan, tingkat bunga acuan masih jauh lebih tinggi dibandingkan negara- di Asia yang sudah berada di level kurang dari 5%. Ini ketidakadilan yang harus dikontrol. Jangan terjadi ketidakadilan dalam sistem ekonomi negara ini. Saya minta sisi ini diperbaiki,” ujarnya.

Menurut Firmanzah, suku bunga bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Beberapa tahun silam, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi meskipun suku bunga BI lebih tinggi dari posisi saat ini yang berada di level 7,5%.

“Turunnya suku bunga berdampak terhadap turunnya biaya modal, iya, tapi apakah ini menjadi satu-satunya penentu bergeraknnya sektor riil, tidak seperti itu,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper