Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LAPORAN BANK DUNIA: Sebagian Orang Kaya Indonesia Koruptif

Laporan terbaru Bank Dunia memproyeksi segelintir orang kaya di Indonesia melakukan akumulasi kekayaannya baik dari aset keuangan maupun fisik melalui praktik koruptif sehingga memperluas tingkat kesenjangan di Tanah Air
Mata uang dolar Amerika Serikat/Antara
Mata uang dolar Amerika Serikat/Antara
Bisnis.com, JAKARTA—Laporan terbaru Bank Dunia memproyeksi segelintir orang kaya di Indonesia melakukan akumulasi kekayaannya baik dari aset keuangan maupun fisik melalui praktik koruptif sehingga memperluas tingkat kesenjangan di Tanah Air.
 
Oleh karena itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memprioritaskan dugaan korupsi yang menyangkut bisnis yang monopolistik dan dilakukan melalui persengkongkolan dengan penguasa. Organisasi itu memaparkan sudah saatnya KPK menanganai kasus-kasus yang menyangkut kejahatan skala besar.  
 
Laporan berjudul Indonesia's Rising Divide yang terbit pada bulan ini menyatakan sejumlah minor warga Indonesia mendapatkan keuntungan dari aset keuangan maupun fisik melalui cara-cara koruptif, yang pada akhirnya mendorong ketimpangan lebih tinggi. Meningkatnya konsentrasi kekayaan pada sejumlah orang, demikian laporan itu, juga mendorong ketimpangan yang lebih tinggi.
 
Bank Dunia menuturkan 10% orang terkaya di Indonesia diperkirakan memiliki 77% kekayaan di negara ini. Sedangkan 1% orang terkaya di Tanah Air, memiliki separuh dari seluruh kekayaan di Indonesia.
 
Di sisi lain, Indonesia sendiri berada pada posisi 107 dari 175 negara yang disurvei melalui Indeks Persepsi Korupsi oleh Transparency International (TI), dengan skor mencapai 34 di mana skor 0 adalah sangat koruptif, sedangkan 100 sangat bersih. Hal itu menunjukkan beberapa akumulasi kekayaan terjadi karena korupsi.
 
"Untuk beberapa, aset keuangan dan fisik mereka diperoleh melalui hubungan pribadi dan praktik koruptif," demikian laporan Bank Dunia tersebut yang dikutip Minggu (27/12). 
 
Lembaga pinjaman multilateral itu menyatakan analisis ekonomi politik diperlukan terkait dengan penyebab-penyebab dasar terkait dengan korupsi. Di antaranya adalah menjawab pertanyaan tentang aspek politik, ekonomi dan hukum mana yang memberikan insentif pada praktik-praktik tindak pidana tersebut.  Bank Dunia menyatakan akumulasi kekayaan itu dilakukan di antaranya terkait dengan bagaimana pajak dikenakan atas pendapatan modal dan tenaga kerja.
 
PRIORITAS KPK
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menegaskan KPK harus memprioritaskan masalah yang berkaitan dengan persekongkolan bisnis dengan penguasa. Dia menuturkan bisnis skala besar bisa tumbuh karena didukung oleh praktik suap dan usaha yang monopolistik.
 
Dia menuturkan sejumlah praktik dugaan korupsi itu berkaitan dengan suap izin maupun pemerasan. Menurutnya, KPK harus bersinergi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)—yang mengawasi praktik monopoli maupun kartel bisnis, sehingga keuangan negara yang dapat dikembalikan lebih besar.
 
“KPK harus naik kelas untuk memprioritaskan kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan persengkongkolan bisnis dan penguasa. Bisnis macam ini membuat mereka bertambah kaya, sedangkan yang miskin tak meningkat kekayaannya,” kata Boyamin ketika dihubungi, kemarin.
 
Peneliti Perkumpulan Prakarsa Victoria Fanggidae menuturkan yang harus diperhatikan adalah bagaimana perusahaan-perusahaan komoditas terutama di sektor batu bara dan minyak sawit beroperasi. Dia menuturkan terdapat selisih yang cukup lebar antara berapa perusahaan itu memberikan kontribusinya kepada Produk Domestik Bruto dan pajak.
 
Dia menegaskan masalah lainnya juga terkait dengan bagaimana sistem pengawasan perpajakan dilakukan oleh aparatur pajak. Perusahaan yang diduga selama ini bersalah melakukan pengemplangan pajak, tuturnya, harus diproses hukum terlebih dahulu, bukan malah diberikan pengampunan pajak.
 
“Yang terbukti bersalah harus dihukum lebih dahulu. Penyelesaian mengenai tanggung jawab keuangan perusahaan harus tegas dan dipertanggungjawabkan, bukan diampuni,” paparnya.
 
Pimpinan KPK yang baru terpilih, Laode Muhammad Syarif pekan lalu mengungkapkan KPK akan masuk pada korupsi skala besar di antaranya terkait dengan fakta ada satu keluarga yang menguasai konsesi 3 juta hektare hutan. 
 
Sehingga, paparnya, lembaga antikorupsi itu akan menelusuri persoalan pajak dan sumber daya alam yang berkaitan dengan APBN.
 
"Kalau mau grand corruption, maka harus pergi ke sumbernya. Apa itu? 60% lebih pajak, 20% lebih sumber daya alam, oleh karena itu, saya dan teman-teman akan solid melihat hal itu," kata Laode.
 
Dia menuturkan hal itu berkaitan dengan laporan terbaru Bank Dunia yang menyatakan ketimpangan di Indonesia semakin tinggi. Laode menegaskan ketimpangan itu salah satunya disebabkan oleh adanya tindak pidana korupsi.
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper