Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inovasi Industri Asuransi: Premi Tebal dengan Platform Digital

Era digital membuka peluang bagi penyedia barang dan jasa untuk berbisnis menggunakan platform online, tidak terkecuali bagi pelaku industri keuangan. Bahkan semakin jauh, pemanfaatan layanan digital hampir menjadi salah satu syarat wajib agar bendera bisnis tetap berkibar.
Ilustrasi asuransi/dreamstime.com
Ilustrasi asuransi/dreamstime.com

Bisnis.com, JAKARTA – Era digital membuka peluang bagi penyedia barang dan jasa untuk berbisnis menggunakan platform online, tidak terkecuali bagi pelaku industri keuangan. Bahkan semakin jauh, pemanfaatan layanan digital hampir menjadi salah satu syarat wajib agar bendera bisnis tetap berkibar.

Berdasarkan data yang dirilis Accenture, perusahaan global yang bergerak di bidang konsultasi manajemen, hingga Maret 2015 pengguna Internet aktif di Indonesia tercatat 72,7 juta jiwa. Jumlah itu mencapai 28,45% dari total populasi di Indonesia sebanyak 255,5 juta jiwa.

Dengan total perangkat mobile 308 juta unit, pengguna media sosial aktif telah mencapai 74 juta jiwa dan pengguna social mobile 64 juta penduduk. Rasio antara pelanggan mobile Internet dan total populasi pun telah mencapai 121%.

Menatap peluang tersebut, sejumlah perusahaan di sektor keuangan semakin agresif mengadopsi teknologi informasi dalam berbisnis. Pelaku industri asuransi misalnya, belakangan terus memperkuat infrastruktur digital untuk mendulang premi.

Salah satunya dilakukan PT Asuransi Jiwa Sequis Life yang pada awal tahun ini melakukan transformasi era sales digital dengan meluncurkan Sequis eZ. Sistem aplikasi multiplatform itu diyakini akan memantapkan jalur pemasaran horizontal perusahaan.

Tatang Widjaja, President Director and CEO Sequis Life & Sequis Group, menjelaskan tren pemasaran digital telah mengubah cara perusahaan menjalankan bisnis. Menurutnya, jika hanya mengandalkan model bisnis lama atau konvensional, perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk menunjukkan keunggulan kompetitif.

“Kami pun memantapkan diri siap masuk ke era digital dengan melakukan perluasan lini pada layanan bisnis,” ujarnya belum lama ini.

Tatang mengungkapkan inovasi layanan tersebut memungkinkan perseroan memperluas segmen pasar, khususnya kelas menengah ke bawah. Menurutnya, melalui layanan digital, upaya untuk mendorong edukasi industri asuransi dapat dilakukan lebih maksimal.

Dia mengatakan dalam lima tahun ke depan platform digital perseroan ditargetkan meraih premi Rp50 miliar atau 1,5 juta polis. Perseroan setidaknya mengalokasikan Rp100 miliar – Rp150 miliar untuk memperkuat teknologi maupun pemasaran secara digital setiap tahun.

“Belum ada perusahaan yang sukses dalam promosi online, kami opimtimistis sukses karena sudah sangat segmented. Di 2020 kami ingin jadi yang terbesar,” katanya.

Inovasi berbasis teknologi informasi juga dilakukan PT FWD Life Indonesia dengan meluncurkan aplikasi M-Recruitment untuk proses perekrutan agen asuransi FWD Life secara online. Langkah itu diyakini bakal menyokong realisasi target pertumbuhan premi hingga empat kali lipat pada tahun ini.

Hendra Thanwijaya, Director & Chief Agency Officer FWD Life, mengatakan hadirnya sistem aplikasi digital itu dapat memacu jumlah agen hingga dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hingga Desember 2015 perseroan telah memiliki 2.500 agen.

Strategi peningkatan jumlah agen ini dilakukan lantaran selama ini jalur distribusi tersebut berkontribusi besar yaitu sekitar 50%. “Kami berkomitmen untuk mengalokasikan biaya investasi untuk pengembangan digital, inovasi, dan sebesar Rp500 miliar yang akan disalurkan selama lima tahun ke depan,” katanya.

Tidak hanya asuransi jiwa, pelaku industri asuransi umum pun meningkatkan anggaran pada 2016 untuk mengembangkan layanan digital guna mendukung ekspansi usaha.

Nicolaus Prawiro, Wakil Direktur Utama PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia, mengatakan pada 2016 perseroan mulai mendorong pengembangan sistem digital guna mendukung kinerja usaha, setelah pada 2015 berfokus pada pengembangan infrasatruktur layanan, terutama kantor cabang.

“Anggaran bagi layanan digital setiap tahun ada. Namun, akan kami akan tumbuh untuk 2016,” ujarnya.

Nicolaus menjelasakan Cakrawala Proteksi akan berfokus menata jaringan digital internal guna mengefisienkan pelayanan. Sistem itu diyakini akan memberikan kemudahan bagi integrasi layanan perusahaan.

Selain itu, katanya, sistem yang disiapkan akan mempermudah nasabah dan calon nasabah untuk mengakses layanan asuransi, khususnya pengajuan klaim.

 

KEBUTUHAN

Menurutnya, pengembangan sistem digital bagi industri asuransi saat ini belum sesuai untuk pemasaran produk karena produk industri itu belum menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Apalagi, pengembangan layanan digital mensyaratkan investasi yang terbilang signifikan. Dia mengatakan pemasaran produk asuransi melalui lembaga keuangan masih akan menjadi tumpuan.

“Layanan digital memang sangat berkembang, tetapi edukasi bagi pentingnya asuransi masih lebih lambat. Jadi, kami fokus benahi layanan digital internal dulu.”

Nicolaus menuturkan layanan digital yang memudahkan konsumen dalam pengajuan klaim akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Dengan begitu, ke depan layanan digital sudah dapat dimanfaatkan bagi pemasaran produk.

Tanny Megah Lestari, Business Support Division Head PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance), menjelaskan perseroan terus memperkuat layanan digital agar dapat dimanfaatkan bagi pemasaran produk ritel, seperti asuransi perjalanan dan kendaraan.

Anak usaha PT Bank Danamon Indonesia Tbk. itu pun mendorong peningkatan anggaran dalam pengembangan layanan tersebut. “[Layanan digital yang dikembangkan] Autocilin pertama, kedua Mediciline, traveling kami dorong, yang lain kemudian. Anggaran ada peningkatan untuk pengembangan web dan application,” ujarnya.

Bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), semakin pesatnya digitalisasi dalam transaksi dan kegiatan operasional perusahaan asuransi dan di berbagai sektor jasa keuangan lainnya menimbulkan dampak tersendiri.

Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, dalam Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia 2015-2019, mengingatkan dalam proses digitalisasi kehadiran fisik layanan jasa keuangan dapat terdilusi tanpa mengurangi produk ataupun layanannya.

“Justru produk dan layanan akan semakin beragam dan kompleks. Hal ini akan menimbulkan tantangan baru bagi upaya memelihara stabilitas sistem keuangan.”

Untuk itu, ungkapnya, perlu perubahan dalam pola pengawasan, penyesuaian aspek pengaturan, dan peningkatan perlindungan konsumen di masa yang akan datang. “Ya, terutama terkait perlindungan konsumen, sebab hal itu menjadi prasyarat utama bagi industri dalam mendorong penetrasinya. ”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Harian Bisnis Indonesia, Selasa (2/2/2016)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper