Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit & Pinajaman Bermasalah Tinggi, OJK Malang Panggil Bank Daerah

Kanrtor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang memanggil pengurus bank perkreditan rakyat/bank perkreditan rakyat syariah (BPR/BPRS) dengan rasio kredit bermasalah, non performing loan/non performing finance (NPL/NPF), yang tinggi.
Aktivitas di salah satu BPR/Ilustrasi-Antara
Aktivitas di salah satu BPR/Ilustrasi-Antara

Bisnis.com, MALANG - Kanrtor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang memanggil pengurus bank perkreditan rakyat/bank perkreditan rakyat syariah (BPR/BPRS) dengan rasio kredit bermasalah, non performing loan/non performing finance (NPL/NPF), yang tinggi.

Kepala Kantor OJK Malang Indra Krisna mengatakan sesuai dengan ketentuan maka batas toleransi NPL/NPF tidak lebih dari 5%. Diatas angka tersebut, maka perlu menjadi perhatian dari OJK. Pengurus berkewajiban untuk dapat menurunkannya. “Jadi yang kami panggil pengurus BPR/BPRS yang NPL/NPF di atas 5%,” ujarnya dihubungi dari Malang, Rabu (10/2/2016).

Seperti diketahui, angka rasio kredit bermasalah, NPL/NPF, bank perkreditan rakyat/bank perkreditan rakyat syariah di wilayah kerja OJK Malang sepanjang 2015 tembus di angka 12,41% jauh lebih tinggi bila dibandingkan posisi 2014 yang di kisaran 7%.

Menurut Indra, pengurus BPR/BPRS yang NPL/NPF-nya tinggi harus melakukan penilaian kembali atas terjadinya kasus naiknya rasio kredit bermasalah. Langkah-langkah yang ditempuh, idealnya berupa restrukturisasi kredit. Jika tidak bisa berupa pencairan agunan debitor yang kreditnya macet.

Jika tidak bisa lagi, ucapnya, kemungkinan dilakukan penghapasan buku sehingga dapat menurunkan angka NPL/NPF. BPR yang NPL-nya juga diminta melakukan pembentukan penyisian penghapusan aktiva produktif (PPAP).

Penyebab tingginya NPL/NPF yang dialami per BPR/BPRS beragam. Namun secara umum, hal itu terjadi karena ekspansi kredit yang rendah. Pembiayaan BPR pada tahun lalu hanya tumbuh 4,98% bila dibandingkan posisi akhir 2014,yakni sebesar Rp1,264 triliun.

Karena itulah, pertumbuhan kredit sepanjang 2015 relatif kecil, jauh lebih tinggi bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang di angka 10% ke atas. Dengan rendahnya ekspansi kredit, maka rasio kredit bermasalah menjadi naik karena pembandingnya kecil.

Bisa juga terjadi NPL/NPF membesar karena karena kredit yang kualitasnya bagus justru banyak yang lunas. Dengan begitu, maka NPL/NPF menjadi meningkat karena pembandingnya turun. “Tapi secara nominal, justru bisa saja turun angka NPL/NPF,” ujarnya.

Namun bagaimana pun, rendah tingginya NPL/NPF menjadi tolok ukur kinerja BPR/BPRS. Intinya, jika NPL/NPF tinggi, maka harus diturunkan meski secara nominal nilai kredit bermasalahnya rendah.

Tingginya NPL/NPF BPR/BPRS justru merugikan institusi dari lembaga jasa keuangan itu sendiri. Hal itu terjadi stakeholder melihat kinerja BPR/BPRS salah satunya dari angka NPL/NPF. Seperti program linkage bank umum ke BPR/BPRS bisa dilakukan jika angka NPL/NPF-nya rendah. Dengan NPL/NPF yang tinggi, BPR/BPRS akan sulit berekspansi karena harus membuat PPAP sehingga dapat menggerus modal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper