Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDEF: Impor Migas Meningkat. Waspadalah!

Volume impor minyak dan gas pada Maret 2016 yang meningkat tajam 36,25% dibanding bulan sebelumnya perlu diwaspadai seiring harga minyak dunia yang mulai merangkak naik.
Ilustrasi: Kilang minyak di Puerto Cabello, Venezuela/Reuters-Edwin Montilva
Ilustrasi: Kilang minyak di Puerto Cabello, Venezuela/Reuters-Edwin Montilva

Bisnis.com, JAKARTA - Volume impor minyak dan gas pada Maret 2016 yang meningkat tajam 36,25% dibanding bulan sebelumnya perlu diwaspadai seiring harga minyak dunia yang mulai merangkak naik.

Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian mengatakan konsumsi masyarakat terhadap migas masih tinggi dan terus tumbuh.

Hal ini akan mengancam neraca perdagangan ke arah defisit jika harga minyak mengalami kenaikan. Selama Maret 2016, dia mencermati harga minyak dunia naik cukup tajam.

"Jika tren kenaikan ini terus berlanjut, Indonesia lambat laun akan mengalami defisit kembali," ucapnya, Senin (18/4/2016).

Badan Pusat Statistik akhir pekan lalu merilis data nilai impor Januari 2016-Maret 2016 mencapai US$31,94 miliar atau turun 13,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Nilai ekspor Januari 2016-Maret 2016 mencapai US$33,59 miliar atau menurun 14% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Dia menjelaskan penyebab utama penurunan neraca perdagangan secara nilai, karena rendahnya harga minyak dunia yang anjlok di kisaran US$40-US$45 per barel.

Bahkan, harga minyak dinia sempat menyentuh level kurang dari US$30 per barel pada bulan-bulan sebelumnya atau terendah dalam dekade terakhir.

"Pemerintah jangan terlampau gembira dulu dengan kabar suplus neraca perdagangan ini karena surplus ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal yaitu jatuhnya harga minyak," katanya.

Peningkatan volume impor migas pada Maret 2016 terjadi pada minyak mentah yang naik 71,6% atau sekitar 915,1 ribu ton, hasil minyak naik 1,58% atau setara 30,8 ribu ton, dan gas meningkat 38,9% atau 119,5 ribu ton.

Dzulfian menambahkan harga minyak yang rendah menjadi peluang bagi negara pengimpor minyak karena membantu stabilisasi rupiah dan menurunnya ongkos produksi industri.

Namun, penurunan harga minyak juga membuat penerimaan negara menjadi sulit.

Menurutnya, pemerintah harus mencari alternatif penerimaan, seperti terus menggenjot dan mengoptimalisasi penerimaan dari pajak.

Selain itu, penurunan harga minyak juga akan menghambat berkembangnya energi alternatif dan terbarukan seperti biofuel, biodiesel karena energi alternatif akan kalah bersaing selama harga minyak masih terjangkau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Veronika Yasinta
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper