Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Likuiditas Ketat, Apindo Minta Gebrakan Fiskal

Apindo mendorong pemerintah memperkuat insentif pajak atas revaluasi aset agar semakin kebijakan tersebut semakin efektif.
Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir (tengah) berbincang dengan Wakil Ketua Arif Budimanta (kanan) dan anggota Hariyadi B Sukamdani, seusai mengikuti pelantikan yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (20/1)./Antara-Widodo S. Jusuf
Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir (tengah) berbincang dengan Wakil Ketua Arif Budimanta (kanan) dan anggota Hariyadi B Sukamdani, seusai mengikuti pelantikan yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (20/1)./Antara-Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Apindo menilai pertumbuhan kredit melambat akibat likuiditas moneter yang tipis. Pemerintah dan Bank Indonesia diminta berkoordinasi menyusun gebrakan yang bisa mendongkrak akses kredit dunia usaha.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan kelesuan di sektor riil bukan satu-satunya alasan pertumbuhan kredit melambat pada kuartal I/2016.

Dia mengakui perlambatan terjadi di hampir seluruh sektor ekonomi. Namun, pebisnis juga kesulitan mengakses sumber modal karena ketatnya likuiditas.

“Saya pikir ada masalah likuiditas di lapangan. Likuiditas itu kering. Pada saat yang sama, pemerintah terus menarik dana masyarakat melalui penerbitan SUN,” katanya kepada Bisnis.com, Rabu (20/4/2016).

Hariyadi menghargai langkah Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneter untuk mengatasi kekeringan likuiditas tersebut.

Namun, beragam kebijakan moneter BI dinilai tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan kredit. Dia meminta pemerintah mengambil kebijakan fiskal agar pebisnis terdorong berekspansi.

Apindo mendorong pemerintah memperkuat insentif pajak atas revaluasi aset agar kebijakan tersebut semakin efektif.

Pajak atas revaluasi aset disarankan turun dari 5% menjadi 1%. Pemerintah juga diminta mengizinkan pajak atas revaluasi aset dicicil dalam jangka waktu tertentu.

“Harus ada gebrakan. Pemerintah dan Bank Indonesia harus harmonis, harus ada keselarasan. Kondisi likuiditas seperti ini tidak boleh dibiarkan, bisa mati lama-lama,” kata Hariyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper