Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

5 Kementerian dan Bank Indonesia Teken Mou Elektronikasi Penyaluran Bansos

Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dengan empat kementerian di bawah koordinasinya, dan Bank Indonesia menandatangani kesepahaman bersama dengan Bank Indonesia (BI) terkait upaya elektronifikasi penyaluran bantuan sosial (bansos).
Mendes PDTT Marwan Jafar, Mendikbud Anies Baswedan, Gubernur BI Agus Martowardojo, Menko PMK Puan Maharani, Menag Lukman Hakim Saifudin, Dirjen Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat (kiri ke kanan) berfoto seusai menandatangani nota kesepahaman bersama (MoU) di Gedung BI, Jakarta, Kamis (26/5/2016). /Bisnis.com
Mendes PDTT Marwan Jafar, Mendikbud Anies Baswedan, Gubernur BI Agus Martowardojo, Menko PMK Puan Maharani, Menag Lukman Hakim Saifudin, Dirjen Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat (kiri ke kanan) berfoto seusai menandatangani nota kesepahaman bersama (MoU) di Gedung BI, Jakarta, Kamis (26/5/2016). /Bisnis.com

Kabar24.com, JAKARTA – Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dengan empat kementerian di bawah koordinasinya, dan Bank Indonesia menandatangani kesepahaman bersama dengan Bank Indonesia (BI) terkait upaya elektronifikasi penyaluran bantuan sosial (bansos).

Keempat kementerian itu adalah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama.

Menteri Desa PDTT Marwan Jafar mengatakan dengan adanya komitmen bersama tersebut diharapkan dana yang disalurkan ke desa akan memenuhi prinsip 6T, yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas.

“Ini adalah satu langkah strategis dan tepat. Mengingat dana-dana yang disalurkan semakin besar. Sebenarnya ini sudah diterapkan, bantuan dana desa disalurkan melalui rekening negara ke rekening kabupaten, lalu dari rekening kabupaten disalurkan ke rekening desa, tidak diberikan secara tunai,” ujarnya, Kamis (26/5/2016).

Menteri Marwan mengatakan tingginya geliat ekonomi di desa akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan lembaga keuangan. Sebab, masyarakat mulai berpikir untuk menyimpan sebagian uangnya sebagai salah satu upaya investasi.

Selain itu, masyarakat juga akan berpikir untuk melakukan peminjaman dana sebagai modal usaha, sehingga akan terjadi perputaran uang di daerah.

“Melihat kondisi ini, perlu adanya peningkatan sarana dan pra sarana teknologi informasi dan komunikasi, agar masyarakat mudah mengakses mobile banking, sms banking, dan internet banking,” ujarnya.

Selain itu, perlu adanya deregulasi kebijakan perbankan dengan memasukkan sistem perekonomian inklusif, untuk memberi kemudahan dalam mengakses layanan perbankan kepada pelaku usaha kecil di daerah, terutama masyarakat miskin, penyandang disabilitas, buruh, seperti kemudahan dalam pemberian bantuan permodalan.

“Juga perlu didorong pendirian bank, minimal satu kecamatan memiliki bank cabang terutama di kawasan timur Indonesia,” ujarnya.

Kementerian Desa PDTT memiliki ruang lingkup kerja di 74.754 desa, 277 kawasan perdesaan, 122 kabupaten tertinggal, 41 kabupaten perbatasan 58 kabupaten rawan konflik, serta 619 kawasan transmigrasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dana desa yang disalurkan sejak 2015 yakni Rp20,7 triliun, dan meningkat pada 2016 yakni Rp47 triliun, diharapkan mampu memberikan kesejahteraan masyarakat.

“Dengan asumsi, jika 60% dari total dana desa digunakan untuk infrastruktur, maka akan berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja lebih dari 1,8 juta orang, dengan perhitungan waktu 3 sampai 6 bulan. Selain itu, melalui aktifitas pengembangan ekonomi perdesaan, bisa menyerap tenaga kerja 500.000 orang secara permanen,” ujarnya.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengakui bahwa bantuan di desa sudah dapat mendukung aktifitas perekonomian lebih dari 74.000 desa. Namun, ia mencermati bahwa penerimaan yang ditargetkan ke desa begitu besar, luas dan tidak ringan.

“Ini cukup memiliki banyak tantangan,  bahwa permasalahan yang dialami bagi penerima memerlukan waktu dan biaya. Karena desa dengan lokasi di daerah terpencil dan pulau terluar, membutuhkan waktu dan biaya yang besar,” ujarnya.

Menurutnya, penyaluran bantuan secara elektronik (nontunai) tersebut, akan mengurangi risiko kebocoran dan mengurangi prilaku konsumtif masyarakat. Selain itu, melalui elektronifikasi, dokumen-dokumen keuangan akan bisa diaudit dengan mudah kapanpun.

“Tunai itu rawan kebocoran, nanti yang diterima tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya. Kemudian tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran. Kalau elektronik, dokumen setiap waktu bisa diaudit,” ujarnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper