Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RAPBN-P 2016 : Ini Alasan Keran Impor LNG Sektor Listrik Tak Dibuka

Pemerintah tak membuka keran impor gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) karena menjaga target produksi gas siap jual atau lifting bisa dipertahankan sebagai alasannya.
Menteri ESDM Sudirman Said. /Antara
Menteri ESDM Sudirman Said. /Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tak membuka keran impor gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) karena menjaga target produksi gas siap jual atau lifting bisa dipertahankan sebagai alasannya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan hingga saat ini pihaknya memang tak merestui impor LNG untuk mendukung pemanfaatan gas di sektor ketenagalistrikan. Alasannya, bila asumsi impor dimasukkan lifting nasional berisiko tertekan. Padahal, pihaknya menginginkan agar target lifting gas terjaga.

Target lifting gas, katanya, harus ditekan dengan menahan produksi beberapa lapangan gas. Di sisi lain, bila produksi gas dilakukan secara normal tanpa memperhatikan asumsi impor, domestik tak memiliki kemampuan untuk menyerap gas tersebut dikarenakan minimnya pasar dan infrastruktur.

Seperti diketahui, lifting minyak dalam RAPBN-P 2016 sebesar 820.000 barel per hari (bph) dan 1.150 mboepd gas. Adapun, asumsi sementara APBN 2017, target lifting minyak sekitar 740.000 bph dan lifting gas ditarget sekitar 1.150 mboepd.

"Dilemanya, lifting naik, kalau impor dimasukkan ada yang tidak diproduksi, sebagian ditahan dan impor," ujarnya dalam Rapat Kerja di Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (21/6/2016).

Adapun, diperlukan pengganti pasokan dan alokasi bila memang impor dilakukan. Belum tentu, nantinya antara pasokan, alokasi dan kuota gas yang diimpor bisa seimbang. Menurut prediksinya, ketika kebutuhan gas meningkat pada 2020 Indonesia akan melakukan impor gas.

"Mengganti pasokan dan alokasi dengan impor tidak seimbang."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper