Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jika Tax Amnesty Gagal, Pemerintah Harus Potong Belanja

Jika program pengampunan pajak atau tax amnesty tidak berhasil, pemerintah harus kembali memotong anggaran belanja untuk mengamankan defisit anggaran di level maksimal 3% dari pendapatan domestik bruto (PDB).
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menko Polhukam Wiranto (dari kiri) Menko Perekonomian Darmin Nasution Menkeu Sri Mulyani, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bersiap memberikan arahan tentang program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/7/2016)./Antara-Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menko Polhukam Wiranto (dari kiri) Menko Perekonomian Darmin Nasution Menkeu Sri Mulyani, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bersiap memberikan arahan tentang program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/7/2016)./Antara-Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA--Jika program pengampunan pajak atau tax amnesty tidak berhasil, pemerintah harus kembali memotong anggaran belanja untuk mengamankan defisit anggaran di level maksimal 3% dari pendapatan domestik bruto (PDB).

Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Chatib Basri mengatakan Indonesia memiliki risiko fiskal berupa defisit anggaran karena penerimaan yang rendah. Penerimaan terutama pajak yang jeblok terjadi akibat perlambatan ekonomi global yang menggerus kinerja ekspor nasional.

Harga komoditas yang anjlok yang ikut berperan. Padahal, eksportir merupakan pembayar pajak terbesar. Di sisi lain, pemerintah menggeber belanja negara untuk membiayai proyek infrastruktur. "Ini yang membuat kenapa risiko fiskal," katanya seusai menjadi pembicara dalam diskusi memperingati sewindu Ekonom Sjahrir di Jakarta, Jumat (28/7/2016).

Berdasarkan UU Keuangan, defisit anggaran tidak boleh lebih dari 3%. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit anggaran mencapai 1,83% dari produk domestik bruto (PDB) atau nominalnya Rp230,7 triliun pada semester I/2016. Angka ini naik dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp84,3 triliun atau 0,73%. Angka tersebut juga sudah mendekati asumsi defisit anggaran dalam APBN-P yang dipatok 2,35% dari PDB.

Penyebab defisit membengkak karena realisasi penerimaan negara masih rendah sekitar Rp634,7 triliun atau 35,5% dari target dalam APBNP sebesar Rp1.786,2 triliun. Realisasi ini lebih rendah dari semester satu tahun lalu yang mencapai Rp667,9 triliun atau 37,9% dari target Rp1.761,6 triliun. Pemerintah mencoba menekan risiko fiskal dengan meluncurkan program pengampunan pajak.

Selain itu, pemerintah juga memotong anggaran belanja pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) dengan DPR. Namun, pihaknya tidak bisa memprediksi tingkat keberhasilan program tax amnesty yang ditargetkan menyumbangkan penerimaan sebesar Rp165 triliun.

Jika program tax amnesty tidak berhasil, tegasnya, pemerintah harus kembali mengurangi belanja negara. Dia melanjutkan keberhasilan progr tax amnesty sangat bergantung pada jumlah uang wajib pajak yang berada di luar negeri. Selain itu, partisipasi Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sangat penting untuk mendorong wajib pajak ikut tax amnesty.

LAYAK INVESTASI

Defisit anggaran 3% sebenarnya tidak terlalu besar dibandingkan negara lain yang memiliki defisit anggaran lebih tinggi. Pemerintah memiliki opsi untuk merevisi UU Keuangan agar defisit anggaran bisa naik. Namun, Chatib menuturkan defisit anggaran 3% membuat Indonesia masuk dalam kategori layak investasi (investment grade). Defisit anggaran yang terjaga menjadi salah satu alasan Indonesia masuk kategori investment grade oleh lembaga rating di luar S & P. Regulasi defisit anggaran yang rendah juga memaksa pemerintah menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berkualitas.

"Indonesia masuk dalam daftar negara yang menarik [dari sisi investasi]," tegasnya. Dia mencontohkan negara lain seperti Brasil yang memiliki defisit anggaran tinggi akhirnya ditinggalkan investor.

Begitu pula dengan Yunani dan Turki yang perekonomiannya hancur karena defisit anggaran tinggi. Sementara itu, Menteru Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengemukakan defisit anggaran besar atau kecil hanya urusan pandangan ekonomi. Beberapa negara memilih asumsi defisit anggaran besar untuk membiayai program produktif. "India saja 9% berani, kenapa kita tidak berani," jelasnya.

Namun, dia berpandangan kebijakan defisit anggaran harus hati-hati. Pemerintah belum memiliki rencana untuk mengajukan revisi UU Keuangan kepada DPR untuk menaikkan defisit anggaran. "Kalau tidak ada batasan itu bisa bablas," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fauzul Muna
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper