Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gubernur Jatim Soekarwo: PR Saya Ada di Tapal Kuda

Gubernur Jawa Timur Soekarwo, yang telah menjabat dua periode hingga 2018 nanti, punya mimpi Jatim menjadi pusat industri berbasis agro yang kuat di Indonesia. Ia menggagas Jatimnomics untuk mewujudkannya. Provinsi itu kerap menjadi juara dalam pengelolaan inflasi, layanan investasi, dan birokrasi yang inovatif. Ini berkat kepemimpinan dan kebijakan yang dikelola Gubernur yang akrab dipanggil Pakdhe Karwo itu. Apa saja kebijakan dan terobosan yang telah dan akan diambil? Berikut ini adalah petikan wawancara dengan Bisnis dengan Pakdhe Karwo di Grahadi, Surabaya, belum lama ini.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo/Bisnis-Wahyu Darmawan
Gubernur Jawa Timur Soekarwo/Bisnis-Wahyu Darmawan

Gubernur Jawa Timur Soekarwo, yang telah menjabat dua periode hingga 2018 nanti, punya mimpi Jatim menjadi pusat industri berbasis agro yang kuat di Indonesia. Ia menggagas Jatimnomics untuk mewujudkannya. Provinsi itu kerap menjadi juara dalam pengelolaan inflasi, layanan investasi, dan birokrasi yang inovatif. Ini berkat kepemimpinan dan kebijakan yang dikelola Gubernur yang akrab dipanggil Pakdhe Karwo itu. Apa saja kebijakan dan terobosan yang telah dan akan diambil? Berikut ini adalah petikan wawancara dengan Bisnis dengan Pakdhe Karwo di Grahadi, Surabaya, belum lama ini.

Apa mimpi Pak Gubernur melihat Jatim ke depan?

Saya ingin mulai Tuban kita jadikan industrial and port, di Gresik ada industrial and port, Probolinggo ada industrial and port.

Lalu smelter harus dibangun 7 jenis smelter, mulai baja, fosfat, nikel, refinery. Sebetulnya antara pabrik dan energi harus dekat sekali prosesnya. Kalau itu dilakukan kompetitor kita antarprovinsi dan negara Asia Timur akan kalah.

Menteri Perindustrian sudah menyatakan kita jadi provinsi berbasis industri, karena kontribusi industri sudah 29%. Kan syaratnya 30%. Dan struktur kita paling bagus karena 54,98% itu disumbang UMKM. Lalu 98% tenaga kerja ada di Jatim.

Dan laju pertumbuhan penduduk kita paling rendah, pertumbuhan penduduknya hanya 0,69%. Pasangan usia subur hanya 1,96%, tidak sampai 2 anak cukup, artinya perempuannya bekerja. Sebetulnya ini indikator kemana gender kita. Kita 9 kali juara gender. Jadi saking gendernya, KDRT itu bukan laki ke perempuan, tapi perempuan ke lelaki pun ada.

Industri itu basisnya agro dan manufacturing. Industri migas sebagian harus kita ambil, untuk digunakan gasnya.

Ada gagasan Jatimnomics. Itu sebetulnya seperti apa?

Kita mikir, nilai tambah hanya di industri. Nilai tambah industri itu jadi sangat sulit kalau suku bunga tinggi. Suku bunga tinggi bisa menimbulkan deindustrialisasi. Suku bunga tinggi itu ditentukan oleh inflasi yang tinggi.  Jadi Inflasi harus digarap.

Tetapi sebagian masyarakat kita itu agraris. Dia tidak tahu pasar. Dia bukan entrepreneur. Dia produsen yang tidak tahu pasar. Pasarnya harus diintervensi pemerintah, difasilitasi. Di skema pembiayaan itu selama ini kontribusinya UMKM 29%, dan di pertanian hanya 2,86%. Tidak mungkin kalau tidak diintervensi. Sekarang ini anak-anak muda jadi trading dan memelihara Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Dari Malang itu bunga Crysan dikirim ke luar sampai Rp5 miliar.

Kita bangun 26 perwakilan dagang di provinsi-provinsi lain. Saya kerja sama dengan Kadin untuk fasilitasi di sana, dia pengusaha di sana menjadi channel. Perdagangan menjadi ramai karena bisa menurunkan harga. Ini kan sebetulnya logistic and connectivity. Contoh kapal kami ke Kupang bawa bahan baku Rp20 triliun/tahun, lalu Rp12 triliun dibawa dari Kupang ke sini.

Sejak 2010 kita buat perwakilan dagang internasional dan dalam negeri. Itu yang kemudian meledak, naiknya surplus 1 tahun 328%. Saya buat pameran,  2 jam kegiatan business on business rata-rata di atas Rp100 miliar. Begitu terbangun trust antara penjual dan pembeli, ya langsung terjadi trading. Jadi pasar terbentuk disitu.

Apa kaitannya dengan kemandirian?

Prosesnya kan ada di sini. Akhirnya ada captive market, seperti produk food and beverage, dan manufacturing. Dikira Jakarta itu pusat perdagangan dalam negeri, ternyata Jakarta itu hanya 16%, dan Jatim 21%.

Lalu bagaimana ceritanya Jatim terpilih sebagai provinsi yang inovatif?

Yang dinilai itu karena ada permasalahan, yakni kasus Pusat Induk Agrobis di Jemundo, Sidoarjo. Awalnya kami berpikiran ini bisa jadi benchmarking untuk barang-barang yang mau kita proses. Di pasar itu kita kumpulkan produk-produk dari 38 kabupaten. Tapi tidak lama Duta Besar Singapura dan Hong Kong ke sini, ingin memperkuat hortikultura.

Setelah mereka diajak ke lapangan (pusat produksi), akhirnya mereka bawa petugas sortir di sana dan bawa alat packaging. Jadi produksi agro dari Pujon langsung di-packaging di sana dan langsung masuk kargo untuk ekspor.

Jemundo gagal, tapi penting, karena proses e-commercenya jalan. Sekarang dari Singapura disortir di Pujon, dan dipackaging di sana, dan langsung dikirim. Jadi kegagalan ini berkah. Nilai tambah lebih bagus. Kalau dulu (jadi) diangkut ke Jemundo, malah risiko kerusakan barang sampai 15%-20%.

Inflasi Jatim lebih bagus dibandingkan nasional. Upaya yang dilakukan apa saja?

Pertama, di tata niaga yang dulu konsepnya di Jemundo. Kemudian sekarang buyer dengan seller langsung ketemu.

Kedua,  kita buat 116 pasar tradisional di-online-kan, yang menjadi acuan harga dasar bahan pangan. Misalnya telur itu harga standarnya ikut di Blitar. Jadi harga telur di Blitar akan terinformasi di pasar Gresik. Selama ini yang jadi perantara itu bisa menentukan harga terjadi tiga lapis, nah itu akan terpotong. Begitu Gresik tahu harga, mereka langsung beli telur ke Blitar. Dia memotong (rantai) sendiri, karena keinginan untuk mendapat margin di situ.

Inovasinya adalah jaringan informasi, karena cara itu langsung memotong tata niaga. 

Bagaimana dengan harga daging sapi? 

Kemarin kita pada posisi Rp107.000/kg paling tinggi, tidak sampai Rp120.000. Karena 29% populasi sapi ada di sini. Kita ada 4,3 juta ekor sapi, dan sapi lahir itu ada 1,50 juta ekor, dan kita membutuhkan sapi 550.000 ekor, sehingga kita surplus sapi 500.000 ekor yang bisa dikirim ke luar. Selama ini Jatim kirim ke Jakarta  620 ekor sapi  per hari. Tapi saya usul agar dagingnya saja yang keluar. Nah sudah kita siapkan cold storage di Lamongan. Tapi di Jakarta belum punya stasiun penyimpanan daging. 

Bagimana membuat ketergantungan (impor) itu bisa berkurang?

Saya sudah dua kali presentasi dengan Presiden. Pertama, saya ingin menyelesaikan problem daging. Di Indonesia ini dengan konsumsi 2,2 kg, kekurangan daging 144.000 ton, sama dengan 940.000 sapi. Boleh tidak saya dipinjamkan tanah Kodam 5.000 ha, dan tanah yang kedua 5.500 ha. Dari panglima TNI 5.000 ha tadi boleh, tapi startnya masih belum karena jadi sengketa 3.500 ha di Grati, Pasuruan.

Saya juga usulkan, minta pinjam uang 4% per tahun, saya bisa turunkan harga daging jadi Rp90.000/kg. Semua pucuk tebu di Jatim saya ambil. Saya minta perhutani untuk jagung cantel untuk pakan ternak. Itu saya bisa menurunkan ongkos 70% makanan ternak jadi 52% tapi kalau nyaur saya tidak 7 tahun, tapi 9 tahun, saya bisa turunkan 85%. Presentasi saya ditawar oleh menteri pertanian. Saya tetap minta 4%. Pak Wapres bilang, akan usahakan 5%-6%.

Saya kedatangan Perdana Menteri New Zealand ke sini. Kalau mau penggemukan sapi bisa, tapi jangan bei dari Australia karena breeding hanya dua kali, setelah itu gak bisa melahirkan. Kalau beli di New Zealand bisa breeding 7 kali disuntik.

Upaya yang lain? 

Setiap hari raya besar, biasanya terjadi panic buying. Maka kita subsidi ongkos angkut barang dari pabrik ke pasar di kabupaten menggunakan dana APBD. Ada 4 komoditas yakni beras, terigu, telur,  minyak goreng. Mulai dari truk, karung dan tenaga kerjanya kita subsidi sekitar Rp12 miliar/event hari raya, karena panic buying. Dengan subsidi transportasi, setelah dihitung impact dari subsidi itu, kita bisa menahan kenaikan harga sampai  Rp675 miliar.

Inflasi yang rendah itu akan memberikan purchasing power. Indeks Tendensi Konsumsi (ITK) kita tertinggi, yakni 115. Indeks tendensi bisnis juga tinggi, 109. Artinya daya beli masyarakat  Jatim tetap tinggi, akhirnya dia bisa saving.

Bagaimana dengan peran APBD Jatim?

APBD provinsi, kabupaten/kota itu Rp154 triliun, itu hanya 9,16% dari pertumbuhan ekonomi Jatim. Artinya entrepreneurship kita bagus. Struktur keuangan kita berbeda dengan Jakarta, di mana posisi APBN mencapai 30% terhadap PDB.

Yang dari APBD itu saya ambil sebagian untuk SKPD, lalu saya buat Loan Agreement kepada bank dengan suku bunga 7% untuk membiayai industri primer pasca panen, yakni Rp20 juta/tenaga kerja. Ini sudah dimulai akhir tahun lalu. (Loan ini untuk)Industri primer, seperti Gapoktan. Misalnya dulu gabah kering panen dibeli oleh perusahaan, sekarang itu harus sudah jadi gabah kering giling, jadi ada nilai tambah 20%. Kalau ada penyusutan 4% untuk bunga, dia dapat 16%. Kan nanti hasilnya bisa dibelikan geo membrane untuk mengeringkan gabah. 

Bapak tampaknya lebih mendukung trade policy ketimbang manufacturing?

Saya juga mendukung manufacturing karena di sini tumbuhnya lebih tinggi 5,5%, belum pernah jadi 6%, tapi pada 2012 itu sampai 6,7%. Rata-rata lebih tinggi. Tapi strategi kita memang meningkatkan nilai tambah di agro, karena 36% penduduk kita ada di agro.

Lantas perkembangan industri di Jatim seperti apa?

Ekspor Jatim terbesar adalah perhiasan Rp42 triliun. Yang gila lagi 6 bulan ini US$3,6 miliar. Saya tadinya nggak mengira tahun 2014 dapat US$4,22 miliar. Sekarang ini nanti kalau jalan bisa sampai US$6 miliar lebih. Pertama, itu emas putih dan berlian masuk Belgia, kedua ke Hong Kong. Handmade emas, ada 11 kabupaten kota membuat perhiasan. Terakhir dari Pacitan, macem-macem mulai gemstone (batu akik), dan apa saja yang dari kayu, serta fosil.

Dengan Asia kita surplus US$950 juta, dengan Thailand kita minus dari makanan ternak, yang paling banyak bungkil. Semua ada di Chargill dan Mosanto.

Bagaimana dengan industri rokok yang sumbangannya besar?

Besar tapi semua masuknya ke Jakarta, kita hanya (kebagian) 2%. Dari 29,7%  PDRB kita di industri paling besar, kita ingin jadikan 29%-30% hulunya agro, dan 26% tembakau. Oleh sebab itu saya gak mau tanda tangan soal tembakau. Saya kerja sama dengan farmasi, yang dilarang kan nikotin, cengkehnya kan belum diteliti, cengkeh kan ada antibiotik dan analgesik, mungkin kalau digabungkan malah bagus. Kan yang dipermasalahkan WHO nikotin, gak ada masalah dengan cengkeh.

Apa ini bukan bagian dari kampanye perdagangan dengan melarang rokok?

Business is war. Itu bagian dalam perang bisnis. Seperti kelapa sawit. Phillip Morris sekarang bikin rokok pakai cengkeh. Kan dijual ke luar negeri, setelah Sampoerna dijual. Jadi cengkeh khas kita, antibiotik dan analgesik untuk sakit gigi.

Saya sudah lama menentang kampanye, dari Lombok timur, Temanggung rapatnya semua ke sini. Saya melihat negara yang menentang rokok seperti Australia, di pinggir jalan merokok, gak ada yang tidak. Di Amerika itu laki perempuan penuh merokok.

Tapi Jatim sendiri untuk industri rokok sangat kekurangan, masih 40% bahan baku kita impor. Solusinya yang menarik sebetulnya satu. Sungai Bengawan Solo kalau kita keruk itu Bojonegoro bisa ditanami tembakau. Itu kan ngecembeng (menggenang) gitu airnya. Itu kalau diselesaikan, indek pertanaman kita bisa naik, tembakau juga naik. Kalau musim hujan seperti sekarang ini sudah nganggur semua tanahnya, tinggal ikan. Bojonegoro gak sampai tenggelam, tapi sudah mencep-mencep (hampir luber)  gitu.

Selain itu, industri yang terkait dengan pertanian bagaimana?

Industri farmasi. Itu cepat. Ekspor ke Singapura, dan sebagian kita ke Asia Timur, kan pelabuhan kita sudah 16 meter di Teluk Lamong. Tidak perlu lagi  ke Singapura tapi langsung ke Osaka, Yokohama.

Bapak katanya mau ambil pelabuhan di Probolinggo?

Itu nanti kompetisi dengan Pelindo III. Pada saat dikelola oleh Kementerian Perhubungan, dalam satu bulan hanya ada 9 kapal yang datang, dan sekarang sudah 48 kapal. Bahkan jagung dari Thailand yang dikirim ke PT Cheil Jedang Probolinggo sudah langsung lewat sana, karena lodingnya sudah harian tidak perlu menunggu 3-4 hari.

Bagaimana dengan infrastruktur?

Jalan negara 90% bagus, jalan provinsi hampir sama, karena cara nembelnya kita lebih bagus dari pada pusat. Kita punya mesin sendiri. Kita punya mesin buat nambal di hotmix. Kalau jalan kabupaten 77% bagus. Nah kita membuat subsidi ke kabupaten Rp10 miliar/tahun minimal untuk perbaikan jalan. Ini kan sharing, kalau jalan rusak ongkos jalan dibebankan ke produsen bukan di buyer, jadi jalan itu jangan sampai rusak, sehingga nilai tukar petani bisa dipertahankan dengan baik. Itu rekomendasi Bank Dunia tahun 2010 lalu.

Kalau laut lumayan bagus, jadi barang kita yang keluar Jatim 2015 dan masuk provinsi lain Rp452 triliun, sampai kita bayar orang untuk mendata lalu litas barang. Untuk menentukan titik nol kita dalam bisnis di trading seperti apa. Masuk capital inflow Rp100 triliun.

Lalu bagaimana dengan strategi investasinya?

Mengingat 80% impor adalah untuk bahan penolong, maka investasi diarahkan untuk mengurangi ketergantungan bahan baku dan penolong, baik fosfat untuk pabrik pupuk, maupun alumunium. Karena itu harus ada smelter.

Saya sudah datang sendiri ke Washington untuk ketemu Freeport, kita sediakan tanah di Gresik 80 ha sudah direklamasi. Saya support betul, karena 8 limbahnya semua jadi bahan industri, fosfat. Lalu kami punya bahan pupuk bagus, dolomit, dari Gresik sampai Tuban. Itu bisa mengurangi kesulitan air di pohon kelapa sawit. Kalau sekarang pupuk untuk kelapa sawit nanamnya sampai 12 meter, dari pupuk yang mau kita rancang ini tinggal 4-6,5 meter. Dulu sudah ketemu dan oke, lalu ribut2 itu.

Harapan Pak Gub, proyek smelter Freeport jalan terus ?

Jalan terus, saya tidak ngomong politik, tapi buat Jatim itu satu hal luar biasa, nanti akan tumbuh 4 smelter seperti baja di Tuban, lalu veronikel. Kalau itu terjadi, growth kita bisa 7%. Saya yakin, sudah kita hitung kok. Berapa capital inflow yang masuk kalau 7%, sekitar Rp297 triliun.

Berapa investasi Jatim?

Pada 2015 Rp163 triliun. Harapannya pada 2016 Rp175 triliun. Ini nanti kita datang ke Inggris, Jepang yang sudah izin prinsip itu apa permasalahannya. Saya roadshow sendiri, kan kita punya perwakilan. Kita hire orang Jepang, Kinoshita mantan CEO-nya Panasonic untuk perwakilan  di Jepang. Lalu di Korea Selatan, dan Shanghai. Kalau di non migas, surplus kita tinggi.

Untuk sektor pariwisata, bagaimana langkah yang diambil?

Saya terima kasih, karena 10 destinasi di Jatim itu, salah satunya di Bromo. Dan ini saya sampaikan juga agar tol di Probolinggo idiselesaikan. Karena itu menyangkut 2 jam destinasi dengan hotel di sana. Memang kita perbanyak, dulu hotel2 di Bromo kan tutup. Nah kini di kota Probolinggo ada bangunan baru.

Tapi overland terhadap Banyuwangi luar biasa. Jadi mereka itu sudah penuh di Bali, overland dari sana kemudan bersama Pak Anas (Bupati Banyuwangi), kita bangun selain runway, kita juga bangun appron. Sama Pak Jonan (saat menjadi Menhub) sudah disetujui dan tinggal bangun runway ini. Kan yang antri terhadap Malang dan Banyuwangi itu Singapura, Malaysia, Penang.  Sebetulnya presiden sudah setuju tinggal tambahan runway dan kita sudah.

Banyuwangi akan menjadi pusat pertumbuhan baru di bagian timur?

Iya. Dan kebetulan Pak Bupatinya bagus, kreatif sekali. Dan pendapatan masyarakatnya naik. Jadi kurang lebih 2 km dari Banyuwangi kita buat restocking, yang tadinya untuk cari ikan dengan bahan peledak, sekarang 2.000-3.000 pengunjung tiap hari Sabtu-Minggu mereka menyelam di situ. Jadi kita buatkan hotel-hotel untuk orang menyelam di sana.

Pariwisata masuk di GDP nya berapa persen?

Gak tinggi  tapi terus naik. Jatim pada 2015 tutup tahun wisnusnya 49,8 juta. Dan itu luar biasa mulai Lamongan, Banyuwangi dan Malang Raya. Batu itu sudah world class. Karena baru 594.000 untuk wisman, devisa baru sekitar Rp48 triliunan. Dan itu akan terus naik, karena dulunya hanya sehari di Banyuwangi sekarang jadi 3 hari. Dan saya sudah menandatangani dengan West Australia untuk yacth-nya itu 200 orang tidak ke Benoa Bali, tapi ke Banyuwangi.

Dari semua cerita tadi seperti  tidak ada masalah. Bagaimana dengan tingkat kemiskinan?

Angka kemiskinan 14,05% diborong di Tapal Kuda, karena masalah kesehatan dan pendidikan. Pertama 1 juta lebih penduduk Jatim dianggap buta huruf karena sekolahnya diMTS Salafiyah, sekolah tradisional. Menurut UNESCO dia harus bisa bahasa negeri dan nulis Latin. Dia tidak diterima di IAIN tapi dia ke Yaman. Dia pulang jadi keras-keras.

Ini sejak Gus Dur jadi presiden sudah dipermasalahkan, mbok dimasukkan dalam sistem pendidikan nasional. Banyak dana kita alokasikan ke sana (tapal kuda), tapi terhambat karena mindset. Bayangkan sejak Pak Imam jabatan kedua, pengin ganti jagung pipil di Madura jadi hibrida, baru saat Pak SBY awal 2014 itu baru mau. Jawaban mereka gampang, “sampean sugih cak. Sing mlarat pindah-pindah, terus ke mana lagi”. Dia tak mau ambil risiko untuk gambling seperti itu (ganti hibrida). Siapa yang menjamin kekurangan makanan kalau terjadi kesalahan. Logis itu.

Kedua, di sana yang mengatur itu ada 3. Pertama itu kyai, lalu blater (preman yang baik hati), ketiga pemerintah. Jadi pemerintah gak punya otoritas. Sampai sekarang tidak bisa.

Korelasi pendidikan, kesehatan dan kemiskinan di kawasan itu kuat ya?

Iya, jadi kesehatan rendah, pendidikan rendah, selesai. Orang akan jadi sulit kaya kalau kesehatan rendah, pendidikan rendah. Khusus problem kita sekarang ini ada di Tapal Kuda. (Angka kemiskinan) 26% di Sampang, 23% di Bangkalan, 21% di Sumenep, 21% di Pamekasan, dan nomor 5 di Probolinggo.

Bagaimana seandainya Madura bikin provinsi sendiri?

Jujur saja, jangan dulu. Habis. Untuk gaji saja tidak cukup. Dan yang usul kan orang Madura di Jakarta, bukan orang Madura yang di sini.

Pak Gub melihat Indonesia di luar Jatim seperti apa?

Saya kira reformasi strukturalnya harus serius terhadap ritel, moneter, dan salah satunya Bu Sri Mulyani yang menata fiskal.

Bapak percaya program fiskal Bu Sri Mulyani akan berjalan efektif?

Setidaknya yang dilakukan sekarang ini penataan terhadap fiskal. Dengan memangkas anggaran Rp133 triliun itu, saya kira masih defisit. Itu saya pikir mengakomodasi pikiran Presiden supaya infrastrukturnya jalan. Tapi sebetulnya pengurangan anggaran itu harus lebih riil.

Sebetulnya saya sudah sampaikan kepada Bapak Presiden, daripada buat waduk baru, di Jatim itu banyak bendungan. Ada 425 bendungan yang dibangun waktu orde baru, itu rusak. Itu direvitalisasi saja, dan biayanya cuma Rp235 miliar. Seperti di Karangjati Ngawi itu dikerjakan tentara, 3 hari selesai dan tentara punya pekerjaan, mereka seneng.

Pewawancara: Peni Widarti, Miftahul Ulum, Hery Trianto, Arif Budisusilo, Wahyu Darmawan (Fotografer)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Tim Bisnis
Editor : News Editor
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper