Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Politisi Gerindra: Potong APBN Sepihak, Pemerintah Berpotensi Langgar Konstitusi

Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian menilai langkah pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani memotong anggaran belanja negara sebesar Rp133 triliun secara sepihak berpotensi melanggar UUD 1945.
Ilustrasi: Sejumlah anggota DPR bersiap mengikuti Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2016). Dalam rapat itu DPR menyetujui RUU tentang Pengampunan Pajak dan RUU tentang APBN Perubahan tahun 2016 disahkan menjadi Undang-Undang./Antara
Ilustrasi: Sejumlah anggota DPR bersiap mengikuti Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2016). Dalam rapat itu DPR menyetujui RUU tentang Pengampunan Pajak dan RUU tentang APBN Perubahan tahun 2016 disahkan menjadi Undang-Undang./Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian menilai langkah pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani memotong anggaran belanja negara sebesar Rp133 triliun secara sepihak berpotensi melanggar UUD 1945.

"Jadi di sini pemerintah mengubah UU APBN 2016 secara serampangan. Sehingga berpotensi melanggar Konstitusi," ujarnya kepada wartawan, Rabu (24/8/2016).

Menurut Ramson,  untuk mengubah sebuah UU itu ada aturan dan mekanisme yang harus dilalui. Dengan kata lain, tidak bisa pemerintah hanya membahas dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Pansus ataupun Komisi saja.

"Pemerintah harus taat asas dalam mengubah UU, kalau dilanggar berarti inkonstitusional," tegas mantan anggota PDIP ini.

Anggota Fraksi Partai Gerindra tersebut menambahkan bahwa seharusnya pemangkasan anggaran yang signifikan itu dibicarakan dulu dengan DPR.

Penetapan APBN P 2016 itu, ujarnya, dilakukan bersama antara pemerintah dan  DPR. Apalagi sesuai konstitusi, DPR punya hak budget. Jadi, domain perencanaan dan pelaksanaan memang ada di pemerintah, namun pemotongan anggaran, tetap harus melibatkan  DPR, ujarnya. 

Lebih jauh Ramson mengatakan bahwa pemerintah mesti mengajukan dulu RAPBN P 2016 dan APBN P 2016 yang kedua terlebih dulu kepada DPR sesuai mekanisme. Akan tetapi, kelihatannya pemerintah tidak mau mengajukan  APBN P 2016 dan RAPBN P 2016 yang kedua dalam pemotongan anggaran belanja.

"Kelihatannya pemerintah berani mengambil langkah itu dengan berpijak pada Pasal 37 No 12/2016 di mana dalam keadaan darurat dan proyeksi pertumbuhan yang di bawah asumsi makro serta ditambah  lagi dengan melonjaknya utang, jadi pemerintah mengambil keputusan tersebut," ujarnya.

Dengan demikian Ramson mengatakan bahwa langkah pemerintah memotong anggaran tidak bisa dibenarkan. Pemerintah harus mengajukan dulu RAPBN P 2016 yang kedua, lalu dibahas di Komisi dan Badan Anggaran sesuai mekanisme.

"Terakhir diputuskan melalui rapat paripurna DPR," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper