Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Rokok Diperlonggar, Pendapatan Bea Cukai Bisa Tergerus Rp2,8 T

Ditjen Bea dan Cukai berpotensi kehilangan pendapatan dari cukai rokok sebesar Rp2,771 triliun/tahun jika batasan produksi sigaret kretek mesin (SKM) golongan II yang diperlonggar menjadi 0-3 miliar batang/tahun jadi disahkan.
Buruh melakukan pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok, di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (31/8/2016)./Antara-Yusuf Nugroho
Buruh melakukan pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok, di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (31/8/2016)./Antara-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, MALANG - Ditjen Bea dan Cukai berpotensi kehilangan pendapatan dari cukai rokok sebesar Rp2,771 triliun/tahun jika batasan produksi sigaret kretek mesin (SKM) golongan II yang diperlonggar menjadi 0-3 miliar batang/tahun jadi disahkan.

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengatakan angka kehilangan dihitung dari penurunan tarif cukai golongan I ke golongan II. Ada selisih Rp185/batang.

“Sedangkan produsen SKM golongan II yang siap memproduksi rokok sampai dengan 3 miliar batang/tahun ada 15 perusahaan,” ujarnya di Malang, Jumat (16/9/2016).

Jika dikalikan jumlah pabrik rokok, selisih tarif, dan selisih produksi, nilainya mencapai Rp2,771 triliun. Nilai cukai sebesar itu tidak masuk ke negara jika pemerintah menetapkan usulan dari salah satu asosiasi produsen rokok terkait pelonggaran batasan produksi produsen SKM golongan II menjadi 0-3 miliar.

Hal itu terjadi karena selisih produksi rokok sebanyak 1 miliar batang itu menggunakan tarif cukai PR golongan II. “Jika hal itu diterapkan, maka jelas itu merupakan kebijakan tidak populis,” ujarnya.

Kebijakan itu tidak tepat karena sebenarnya produsen SKM yang bergabung salah satu asosiasi dengan usulan pelonggaran batasan produksi sebenarnya mampu secara finansial dan infrastruktur untuk naik golongan menjadi PR golongan I.

“Ini kan sama saja dengan orang yang mampu dan ingin naik pesawat kelas eksekutif, tapi justru meminta tarif tiket kelas ekonomi. Tidak tepat,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus memikirkan dampak dari tergerusnya pangsa pasar rokok produksi PR golongan I dengan ditetapkannya kebijakan pelonggaran batasan produksi SKM golongan II.

Dengan tergerusnya pangsa pasar rokok PR I, maka otomatis juga makin mengurangi penerimaan cukai dari rokok produksi di kelas tersebut.

“Sekali lagi ini suatu kebijakan yang tidak tepat jika wacana pelonggaran batasan produksi SKM golongan II ditetapkan menjadi dalam peraturan menteri keuangan atau lainnya,” ucapnya.

Selain itu, alasan pelonggaran batasan produksi juga masih menjadi tanda tanya. Jika dengan alasan PR golongan II sebenarnya sudah berinvestasi memproduksi rokok hingga 3 miliar batang, maka patut dipertanyakan.

Sebagai perusahaan, tentu pemilik PR sudah mengerti batasan produksi rokok yang dibolehkan oleh ketentuan. Jika di lapangan mereka ternyata berinvestasi dengan membeli mesin dengan kapasitas produksi yang tinggi, maka patut dipertanyakan motivasinya.

Namun, kata dia, Formasi tentu tidak menghalangi PR untuk berkembang tetapi harus dilakukan dengan cara-cara yang adil dan tidak merugikan pihak lain.

Karena itulah, Formasi mengusulkan agar penggolongan PR diubah dengan tanpa mengubah penggolongan yang sudah ada, yakni golongan III dengan produksi 0-2 miliar batang/tahun, golongan II dengan batasan produksi 3-5 miliar batang, dan golongan I dengan produksi 5 miliar batang ke atas.

“Jika wacana itu benar-benar diterapkan, PR dengan produksi 0-2 miliar batang akan kelimpungan karena dipastikan kalah bersaing dengan PR di golongan yang sama tapi mampu berporduksi hingga 3 miliar batang karena mereka kuat dari sisi modal dan infrastruktur namun menikmati tarif cukai yang sama,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper