Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Dorong Sosialisasi Notifikasi Merger dan Akuisisi

Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha mendorong sosialisasi pelaporan sebelum aksi penggabungan atau pengambilalihan usaha demi mencegah tindakan persaingan tidak sehat.
Syarkowi Rauf. /Bisnis.com
Syarkowi Rauf. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha mendorong sosialisasi pelaporan sebelum aksi penggabungan atau pengambilalihan usaha demi mencegah tindakan persaingan tidak sehat.
 
Hal itu disampaikan Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf saat melakukan pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Kamis(20/10/2016). Pertemuan itu turut dihadiri perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serta Kamar dagang dan Industri (Kadin).
 
Selama ini, menurut Syarkawi, pelaku usaha enggan melaporkan kegiatan penggabungan usaha (merger) dan pengambilalihan usaha (akuisisi) karena merasa tidak perlu dan menganggap hanya bernilai kecil. Padahal aturan pemerintah tentang merger dan akusisi tidak hanya mencakup besaran nilai, tetapi memperhitungkan seluruh nilai dari holding perusahaan.
 
“Kami minta pak Wapres terus mendukung pelaksanaan sosialisasi soal notifikasi aksi usaha sehingga bisa diketahui oleh seluruh pelaku usaha di Indonesia,”ungkapnya, Kamis(20/10/2016).
 
Menurut dia, Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan filosofi kewajiban notifikasi ialah untuk menghindari praktik monopoli atau tindakan anti persaingan oleh perusahaan hasil merger dan akuisisi yang berskala besar.
 
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.57/2010 terkait notifikasi disebutkan, sanksi keterlambatan pemberitahuan aksi korporasi tersebut dikenakan denda Rp1 miliar per hari.
 
Syarkawi menyadari hal itu memang menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha. Maka itu perlu dilakukan sosialisasi agar pelaku usaha mematuhi aturan notifikasi.
 
Selama ini notifikasi dilakukan setelah aksi korporasi berlangsung. Hal itu justru memberatkan pelaku usaha. Pasalnya, jika KPPU menganggap perusahaan berpotensi melanggar lalu memutuskan pembubaran, maka terpaksa mengganggu dan merugikan kinerja korporasi tersebut.
 
“Harusnya sebelum [melakukan penggabungan usaha]. Itu di amandemen UU, karena di seluruh dunia polanya seperti itu,”tegasnya.
 
Menurut dia, aturan notifikasi berlaku di seluruh dunia. Jika perusahaan menjalankan aksi korporasi di luar negeri, otoritas di negara lain pasti akan menanyakan notifikasi. Jika tak ada, maka bisa dianggap tak melakukan merger atau akuisisi.
 
Kendati demikian, tak semua perusahaan perlu melakukan pelaporan aksi korporasi. Berdasarkan ketentuan, kriteria secara teknis yakni hanya punya omset Rp2,5 triliun wajib melakukan pemberitahuan.
 
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang CSR dan Persaingan Usaha Suryani S Motik menekankan, perusahaan yang wajib melakukan notifikasi hanya perusahaan yang berpotensi monopoli. Jadi tidak semua usaha harus menotifikasi.
 
“Ada juga aturan lain, misalnya notifikasi bisa punya potensi insider trading juga. Jadi memang hati-hati juga,”katanya.
 
Suryani berargumen, merger dan akuisisi seringkali dilakukan dalam rangka efisiensi. Dia menyontohkan, di sektor perbankan misalnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang sudah di anggap berskala besar nasional hanya berada di urutan ke-11 di Asia Tenggara.
 
“Kalau dilakukan merger itu juga perlu size [ukuran]. Jadi kalau bicara dunia usaha, kita tidak hanya bicara dalam persaingan, tapi juga konteks [persaingan] ke luar [negeri],” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lavinda
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper